Santri Lelembut
https://www.rumahliterasi.org/2024/12/santri-lelembut.html
Cerpen : M. Wildan
Pada suatu hari kejadian diluar nalar menggemparkan desa Pangkasilong, dengan terjunnya sebuah bus pariwisata yang membawa rombongan santri yang dikabarkan hilang. Awalnya bus itu baik-baik saja tidak ada masalah, namun malah menjadi perantara maut bagi penumpangnya, tapi anehnya bin tidak masuk akal bus itu lenyap tanpa jejak setelah menabrak pembatas jalan dan terjun bebas pada Danau yang menyimpan banyak mitos itu.
Konon katanya pada dasar Danau itu terdapat kerajaan sebuah kerajaan jin yang bernama ”Maulana Dibyan Nismaragama”, dulunya dia adalah jin yang menjadi santri di sebuah pesantren yang terletak tidak jauh dari sungai itu berada tepatnya 100 m keutara dari Danau itu.
Pesantren itu adalah milik seorang kiai yang alim Kiai Pangku Alam bin Tirmidani namanya beliulah guru dari jin muda yang kemudian menjadi raja dari semua jin yang berguru kepada Kiai Pangku Alam bin Tirmidani. Setelah lama berguru kepada Kiai Pangku Alam bin Tirmidani jin itu pun diperintahkan untuk membangun sebuah kerajaan pada dasar Danau dan memimpin bangsanya disana.
***
Terhitung sudah dua hari berlalu sejak kejadian bus pariwisata itu menghilang tapi hingga sekarang tidak ada tanda tanda bus itu akan muncul dari Danau tersebut, puluhan Timsar sudah dikerahkan bahkan robot robot hiu pelacak sudah diluncurkan tapi bukannya mendapat petunjuk alat canggit tersebut malah hilang tanpa jejak yang dtinggalkan seakan ikut lenyap dengan bumi, hal itulah yang lantas membuat para Timsar menghentikan pencarian karena mereka bukannya malah mendapat hasil malah mengalami kerugian sebab semua alat itu harganya tidak main main.
Keadaan diatas Danau memang sangatlah tenang dan damai seakan-akan Danau tersebut tidak mempunyai aura mistik sama sekali, tapi nyatanya dibalik ketenangan itu terdapat sebuah keganjilan diluar akal sehat manusia.
***
Sementara dilain tempat, lebih tepatnya di kerajaan bangsa jin, disana terjadi sebuah keributan di karenakan jatuhnya sebuah benda mirip bus di kota mereka tapi bus itu berbeda dengan bus dunia mereka karena bus itu terkesan kuno dengan adanya roda-roda dan pintu yang harus di buka secara manual, sedangkan di kota mereka bus disana tidak memerlukan roda sebab bus itu melayang beberapa senti di atas permukaan tanah serta pintu yang akan menghilang sendiri ketika penumpang hendak keluar.
Tak butuh waktu lama berita itupun sudah sampai di hadapan raja, hal itu sontak membuat raja penasaran bagaimana bisa bus itu masuk kedunianya, sebab seingatnya pada Danau itu sudah terdapat penghalang antara dunianya dengan dunia luar.
”Hambali!!, kemarilah!!.” panggil raja kepada seorang jin yang tengah berjaga di luar ruangannya
”Iya, raja.” jawab jin bernama Hambali ketika berada dihadapan raja, ia menunduk seraya berlutut takdzim.
”Pergi selidiki penghalang antara dunia kita dengan dunia luar pada pembatas Danau itu.” perintah raja dengan aura wibawa yang kental.
”Sami’na watha’na ya Maliki.” jawab Hambali lantas hilang bersama angin patuh yang menyertainya.
”Rizkon! kemarilah mendekatlah padaku!.” panggil raja untuk pada bodiguart yang kedua, kali ini ia memanggil seorang jin lain yang juga berjaga di didepan pintu ruangan bersama Hambali tadi.
”Anda memangil saya raja?.” tanya jin bernama Rizkon ketika tiba dihadapan raja.
”Iya aku memanggilmu.” jawab raja.
”Apa yang harus saya lakukan raja.” Rizkon kembali bertanya kepada raja.
Raja bangkit dari duduknya dan berjalan beberapa langkah kesamping dan berhenti hadapan sebuah foto besar, ia memandangi foto itu beberapa saat kemudian berbalik lagi menghadap Rizkon.
”Pergilah lihat bus yang jatuh itu dan bawa semua orang didalamnya kehadapanku.” perintah raja kepada Rizkon.
”Sami’na waatha’na ya Maliki.” jawab Rizkon sambil menirukan logat Hambali yang khas kemudian menghilang secepat kilat.
Raja kembali menghadap foto besar tadi.
”Bagaimana kabarmu wahai guru? aku merindukanmu kapan kita akan bertemu lagi?.” gumam raja dengan raut sedihnya.
***
Selang beberapa saat Rizkon pun telah kembali dengan 6 orang remaja di dibelakangnya, dilihat dari raut wajahnya sudah kelihatan kalau bahwa remaja itu terpesona akan kemegahan istana itu, seorang laki laki dengan alis tebal dan rambut panjang terlihat berbisik kepada temannya.
”Hei kau lihat tidak laki laki yang duduk di singgasana itu, dia terlihat sangat tampan tapi kau lihat kakinya itu bukannya kaki binatang yah?.” bisik laki laki itu, Alex.
”Diam Alex! Kau ini tidak sopan sekali!.” tegur perempuan cantik yang ada di samping Alex, namanya Fatin.
Saat sudah di depan raja Rizkipun berlutut dan para remaja itupun ikut berlutut.
”Hamba sudah membawa mereka raja, mereka adalah para remaja yang kecelakaan dan terjatuh ke dunia kita.” jelas Rizkon kepada raja.
Raja pun hanya menganggukkan kepalanya, kemudian bertanya kepada mereka.
”Siapa pemimpin rombongan kalian ini?.” tanya raja pada remaja itu.
Para remaja itupun saling pandang kerana tidak ada yang berani menjawab tapi kemudian Alan yang dari tadi hanya diam tanpa ekspresi pun maju dan berkata.
”Saya raja.” jawab Alan tenang yang sontak membuat teman temannya kaget akan keberaniannya.
”Siapa namamu?.” tanya raja lagi, sepertinya raja tertarik dengan Alan.
”Nama saya Alan.” jawab Alan singkat.
”Bisa kau jelaskan kemana tujuan kalian sebenarnya?.” ucap raja meminta penjelasan.
”Tujuan kami memang kesini.” jawab Alan dengan santai, hal itu lantas membuat teman temannya kaget dan raja bingung apa yang di maksud Alan.
”Maksudmu?.” ucap raja meminta penjelasan lagi.
“Guru kami menyuruh untuk belajar ke suatu tempat, mereka semua memang tidak diberi tahu tujuan yang sebenarnya, jadi yang tahu secara detail tempat tujuan rombongan ini hanyalah aku seorang, jadi kami ini tidak kecelakaan malainkan memang skenario alam dan disinilah tujuan kami.” jelas Alan kepada raja, ia berjalan kearah sebuah foto besar, foto Kiai Pangku Alam bin Tirmidani. Ia memandang foto itu beberapa saat kemudian lalu berkata, tanpa mengalihkan perhatiannya.
”Kau pasti ingin tau siapa guru kami kan, guru kami adalah Kiai Pangku Alam bin Tirmidani.” ucap Alan kemudian kembali menghadap raja, Alan tersenyum.
Sontak raja langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Alan.
”Kau tidak bohongkan?.” tanya raja seraya memegang pundak Alan.
”Untuk apa aku bohong.” jawab Alan sambil menyingkirkan tangan raja dari pundaknya
Kemudian dengan berbinar raja bertanya.
”Bagaimana kabar guruku? Apakah dia baik baik saja?.” tanya raja penasaran.
”Beliau baik baik saja, dan dia menitip salam kepadamu, maaf karena tidak bisa menemuimu sendiri katanya, serta beliau meminta tolong padamu untuk menjaga kami disini selagi belajar” ucap Alan, hal itu lantas membuat raja senang.
”Baiklah kalian akan belajar disini selama 3 tahun kedepan.” ucap sang raja setelah kembali ke singgasananya.
***
Tiga hari setelah kabar rombongan Alan kecelakaan, terlihat seorang kiai sepuh keluar dari rumah, lantas menarik sebuah kursi dan mendudukinya, ia menyulut sebatang rokok dan menyesapnya kemudian menghembuskannya, membiarkan kepul asap itu hanyut bersama angin pagi dan kepul asap secarkir kopi namun, saat sedang hanyut adalam kenyamanan, tiba tiba seorang pemuda datang padanya dengan menunduk, sedih.
”Assalamu’alaikum kiai.” ucap pemuda itu memanggil salam, Fajar.
”Wa alaikumussalam, duduk Fajar kelihatan sedih kau kenapa?.” jawab kiai lantas menyuruh Fajar duduk, kiai sepuh itu adalah Kiai Pangku Alam bin Tirmidani.
”Jadi begini kiai saya kesini ingin menyampaikan berita duka kiai.” ucap Fajar setelah duduk.
”Berita duka, siapa yang meninggal?.” tanya kiai seraya menyeruput kopinya.
”Belum pasti meninggal atau tidak kiai, tapi yang pasti rombongan Alan dan kawan kawan mengalami kecelakaan, bus yang mereka naiki dikabarkan menabrak pembatas jembatan dan terjun ke Danau dan sampai sekarang belum di temukan.” ucap Fajar, sambil meneteskan air mata.
Kiai Pangku Alam bin Tirmidani yang melihat betapa sayangnya Fajar kepada teman temannya pun tersenyum .
”Kau tenang saja, kau tidak perlu khawatir mereka tidak apa apa kok, bahkan sekarang mereka sedang belajar di suatu tempat nun jauh dan hari ini akan pulang.” ucap Kiai Pangku Alam bin Tirmidani menenangkan Fajar.
”Tapi kiai mereka kecelakaan dan tidak sampai pada tempat tujuan.” ucap Fajar masih keras kepala.
”Memangnya kau tau kemana tujuan mereka?” tanya kiai.
Hal itu sontak membuat Fajar terdiam lantaran dia memang tidak tahu kemana tujuan teman temannya.
”Sudah kau kembali saja ke asramamu.”ujar kiai menyuruh Fajar kembali ke asramanya.
Fajar yang mendapat perintah demikianpun memilih untuk kembali ke asramanya dengan keadaan sedih yang menyelimuti.
Saat dalam perjalanan pulang ia habiskan untuk menjatuhkan tetes demi tetes air matanya tak terasa dia sudah sampai didepan pintu asramanya saat itu juga seakan mendapati pelangi sehabis hujan ia merasa senang seketika lantaran ia mendengar suara deru bus di depan masjid.
Fajar berlari sekencang kencangnya tanpa sadar dia belum memakai sandalnya tapi hal itu ia hiraukan karna dia sudah kepalang senang dan sesampainya dia di depan masjid benar saja ada sebuah bus dan kawan kawannya keluar satu persatu dari bus itu.
Iapun berlari menghampiri teman temannya dan orang pertama yang dia peluk adalah Alan sebab dia sudah di anggab kakak sendiri olehnya.
Alan yang mendapat serangan tiba tiba pun merasa kaget sekaligus bingung sama halnya dengan teman temannya yang lain.
Tidak berhenti disitu, mereka semakin di buat bingung oleh Fajar lantaran dia menangis dan meracau tak jelas.
”Hiks....hiks... untung saja kalian selamat kalau saja kalian tidak selamat bagaimana denganku aku sendirian dong.” racau Fajar tak jelas.
”Fajar kau tenanglah dulu dan apa yang kau maksud dengan selamat itu.” tanya Fatin pada Fajar.
”Kaliankan kecelakan aku khawatirlah.”jawab Fajar polos.
Mereka pun saling pandang kemudian tersenyum bersama.
” Kami tidak apa apa kok malah kami mendapat banyak ilmu selama 3 tahun mondok di alam jin.” ucap Fatin menjelaskan.
Fajar kaget dengan sebutan alam jin tapi sebelum dia bertanya dia sudah di sangkal oleh Alan.
”Sudah diam kau tak usah tanya tanya kau tak akan paham.” ucap Alan pada Fajar.
Dilain sisi kiai sedang memandang para santrinya yang sudah kembali beliau tersenyum dan berucap dalam hati.
”Terima kasih Maulana karena kau sudah menjaga mereka dan kau juga wahai Sangkuriang terima kasih sudah memantau mereka dan selalu memberi kabar padaku.” ucap Kiai Pangku Alam bin Tirmidani.
Oh iya tadi Kiai Pangku Alam bin Tirmidani menyebut soal Sangkuriang. itulah aku yang dari awal menceritakan soal kejadian kejadian selama di alam jin dan manusia yang terjadi pada kalian. Oke selamat tinggal ya, aku tinggal dulu karena masih harus memberi makan anak anakku dan istriku dirumah, selamat tinggal semuanya. Wassalam.
Malam Rabu tanggal 03 Desember, Reguler, 2024
M. Wildan merupakan Ketua Perpustakaan PPA. Lubangsa Utara, sedang berkelana mencari jati dirinya di Laskar Pena Lubtara, aktif sebagai aktivis di MSA (Masyarakat Seni Annuqayah) dan berkutat dengan dunia pers di Jurnal Pentas MA 1 Annuqayah, merupakan santri aktif PPA Lubangsa Utara.
Pilihan