Nadia
https://www.rumahliterasi.org/2024/09/nadia.html
Cerpen: Nadia Yasmin Dini
Sejak dulu, Nadia selalu mengagumi kakaknya. Dia juga selalu berpikir bahwa kakaknya itu adalah sosok yang hebat. Setelah lulus kuliah, langsung dapat kerja. Kerjanya pun di sebuah perusahaan besar. Dalam hati Nadia selalu berdoa agar suatu saat nanti dia bisa bekerja di sebuah perusahaan yang besar seperti kakaknya itu.
Karena itu, Nadia selalu menjalani kuliahnya dengan serius, baik dalam mendengarkan penjelasan dosen, mengerjakan tugas, maupun menjawab soal-soal ujian. Tetapi, Nadia juga tetap menyempatkan diri untuk berorganisasi. Semua ini dia lakukan agar suatu hari nanti dia bisa bekerja di sebuah perusahaan besar seperti kakaknya.
Singkat cerita, beberapa tahun kemudian, Nadia berhasil diterima kerja di sebuah perusahaan besar di kotanya. Bahkan perusahaan tempat Nadia bekerja, jauh lebih sukses dan besar dibandingkan dengan perusahaan tempat kakaknya bekerja.
“Selamat ya, kamu hebat sekali” ujar kakaknya sembari memeluk Nadia.
Nadia hanya tersenyum. Meskipun ini impiannya sejak kecil, nyatanya ada perasaan tidak puas yang hinggap di dalam hatinya saat ini. Ini pasti gara-gara dua hari yang lalu, temannya baru saja menelpon dan menyampaikan kabar jika dia baru saja diangkat menjadi seorang manajer. Hal itu yang kemudian membuat Nadia merasa bahwa apa yang dia miliki saat ini belum cukup.
Tak hanya itu, dalam hatinya dia juga bertanya-tanya, “Mengapa takdirku hanya sebagai seorang karyawan biasa sementara temanku adalah seorang manajer? ”
Meski begitu, Nadia berjanji akan bertanggung jawab atas segala tugas dan kewajibannya di perusahaan itu. Dia akan menjalani pekerjaannya dengan sepenuh hati.
Atas dedikasinya itu, dua tahun kemudian, Nadia berhasil diangkat menjadi seorang manajer. Lagi-lagi kakaknya merasa bangga dan mengucapkan selamat kepada Nadia. Hanya saja, Nadia merasa agak sedikit sedih. Karena tepat seminggu yang lalu, Nadia baru saja diundang makan malam di rumah baru temannya.
Nadia sama sekali tidak menyangka jika ternyata rumah baru temannya itu sangat luas dan mewah. Dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan rumah yang saat ini Nadia tempati. Hal itu yang kemudian membuat Nadia merasa sedih. Karena dia terus membandingkan dirinya sendiri.
Memang benar, Nadia sudah memiliki posisi yang bagus. Sekarang, dia sudah menjadi manajer. Tetapi, itu semua belum cukup. Karena dia belum memiliki rumah sebagus dan semewah rumah temannya.
Semenjak hari itu, Nadia bertekad untuk rajin menabung. Untuk sementara waktu, dia juga akan berhenti dari kebiasaan buruknya yang suka membeli barang hanya karena barang tersebut lucu bukan karena butuh. Nantinya, uang hasil tabungan itu akan Nadia gunakan untuk membeli rumah.
Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk Nadia mengumpulkan uangnya. Karena ternyata, menabung tidak semudah itu. Setiap bulan pasti ada saja pengeluaran-pengeluaran diluar dugaan. Untungnya saja, di tahun ketiga, Nadia berhasil mencapai impiannya yakni, membeli sebuah rumah.
Nadia membeli rumah seharga dua setengah Milyar. Bahkan, rumah barunya ini dua kali lipat lebih besar dibandingkan rumah temannya waktu itu. Lalu pertanyaan sekarang, apakah Nadia sudah merasa cukup?
Sayangnya, belum. Sebab lima hari yang lalu, saat Nadia mengundang teman-temannya untuk datang ke rumah barunya, Nadia tidak sengaja melihat mobil teman-temannya yang keren dan juga mahal. Lagi-lagi, hal itu membuat Nadia merasa sedih. >Saat ini Nadia memang berstatus sebagai seorang manajer disebuah perusahaan besar, juga baru saja membeli rumah seharga milyaran, tetapi dia belum punya mobil seperti teman-temannya yang lain. Dia merasa ini semua belum cukup.
Nadia kemudian kembali bertekad untuk menabung. Kini, tujuannya adalah untuk membeli mobil mewah. Tetapi ternyata, Nadia hanya mampu membeli mobil secara kredit. Tidak seperti teman-temannya yang lain.
Meski sudah memiliki mobil, nyatanya Nadia belum merasa cukup. Sebab, bagaimanapun juga mobil itu masih kredit. Hal itu lantas membuat Nadia semakin sedih.
Belum lagi ada kabar bahwa temannya yang lain baru saja membeli apartemen. Ada pula yang baru saja membangun sebuah kontrakan. Lalu, ada juga yang baru saja diangkat menjadi seorang direktur. Nadia benar-benar merasa tertekan mendengarnya.
Dia kemudian menarik nafasnya dalam-dalam. Kalau diingat-ingat, sebenarnya dia sudah punya segalanya. Mulai dari rumah, mobil, dan pekerjaan yang bagus. Tetapi, mengapa sampai saat ini dia belum juga merasa cukup?
Hanya ada dua kemungkinan: Dia memang belum sepenuhnya berada di puncak—yang bahkan dia sendiri tidak tahu di mana ujungnya—ataukah selama ini dia hanya kurang bersyukur terhadap apa yang sudah dia miliki?
Bukankah manusia akan selalu merasa kurang, bila yang mereka jadikan standar adalah nikmat orang lain?
Pilihan