Sublimasi Keindahan Lukisan Karya Nova Christiana (2)

Lukisan Karya Nova Christiana (foto Amang Mawardi)

Oleh: Amang Mawardi


"Mas Hamid, saya minta tolong, bisa gak mengatur wawancara saya dengan Mbak Nova," japri saya ke nomor WA Hamid Nabhan, setelah sebelumnya saya dahului dengan kalimat : "Saya perlu tambahan data untuk melengkapi tulisan saya."

"Ya, Pak Amang. Segera saya teruskan ke Mbak Nova," responnya.

Kurang lebih seminggu kemudian, Hamid Nabhan menjawab : "Oke Pak Amang, kita ketemu di (dia menyebut tempat di salah satu mol di kawasan Surabaya pusat). Jam 4 sore ya..." jelasnya.

Dalam pertemuan itu, yang pertama saya tanyakan tentang iklim seni rupa di Surabaya, khususnya seni lukis.

Nova tidak langsung menjawab. Memandang saya sebentar, lantas wajahnya menunduk, kemudian menatap lagi wajah saya disertai seulas senyum. Baru kemudian dikatakan bahwa secara kuantitatif cukup marak, ditandai hampir setiap minggu sekali ada saja _opening_ pameran lukisan. Bahkan lebih dari satu _event_.

Selain itu, heterogenitas aliran banyak sekali bermunculan, baik yang digerakkan secara personal maupun oleh komunitas. "Tentu, ini sangat menggembirakan," ujarnya. "Produktivitas teman-teman luar biasa," katanya lagi.

Namun, Nova dengan volume suara sedikit lebih pelan mengatakan bahwa kenapa Surabaya jarang disebut dalam peta wacana seni rupa Indonesia? Yang terdengar : Jakarta, Bandung, Jogja, dan Bali?

"Kita wajib berjuang bersama untuk bisa masuk ke _circle_ itu".

Nova teringat banyak tentang cerita sejarah seni rupa di Surabaya sekitar 30-50 tahun lalu, dengan potensi dan karakter kuat dari Bapak-bapak pelukis seperti Pak Darjono, Pak OH Supono, Pak Khrisna Mustadjab, Pak Nuzurlis Kotto, Mas Dwijo, Mbak Nunungws Sulebar, Mas Mahfud, Mas Serudi, Mas A. Pribadi, dan masih ada beberapa lagi.

"Kabarnya," lanjut Nova, "Dari potensi itu, terbentuk Aksera-isme. Sehingga mazhab ini masuk dalam lingkaran yang tadi saya sebut."

Sekadar catatan, Aksera adalah akronim dari Akademi Seni Rupa Surabaya.

"Tentu," kata Nova, "kita tidak ingin persis seperti itu, kesungguhanlah yang nanti --entah, kapan-- akan melahirkan mazhab seperti apa."

Nova yang memulai melukis sejak di SMP, saat ditanya siapa pelukis yang banyak menginspirasinya, ia menyebut : Andrew Wyeth, dari Amerika Serikat, spesialisasi _water color_ dan tempera; J.M.W. Turner dari Inggris, media _water color_; J. Sorolla pelukis Spanyol.

Untuk pelukis Indonesia ? Agak lama Nova terdiam, baru kemudian ia menyebut nama Raden Saleh. Dikatakannya, Raden Saleh memiliki kwalitas tinggi sebagai pelukis realis. Di luar hal-hal teknis dan "isme", Raden Saleh punya jiwa nasionalisme yang tak perlu diragukan.

Tentang pelukis-pelukis manca yang tadi dikatakannya, mungkin Nova lupa menyebut deskripsi masing-masing. Boleh jadi karena saya tidak mengejar dengan pertanyaan lebih lanjut.

Namun saat saya _browsing_ google, saya temukan keterangan tentang pelukis J.A.W. (Joseph Mallord William)Turner, 23 April 1775 - 19 Desember 1851.

Pelukis yang lahir di Covent Garden, dan meninggal di Chelsea -- Inggris, berjaya di Zaman Romantik, dan dia dikenal sebagai pelukis naturalis (lanskap) dengan media _water color_.

***

Lukisan Karya Nova Christiana (foto Amang Mawardi)

Sore semakin mendekati senja, sebelum saya mengakhiri wawancara, saya teguk jus jambu yang sungguh segar, lantas: "Adakah bakat orangtua yang menurunkan darah seni kepada Anda?".

Wajahnya lantas tampak kentara berbinar cerah. " Dari Mama. Ya, dari Mama !" jawabnya disusul senyum ramahnya sedikit lebar.

"Mama Mbak Nova pelukis?".

"Bukan," jawabnya. "Mama seorang penjahit...".

Jangan salah ya, mungkin yang dimaksud Nova Chritiana adalah penjahit kategori _modiste_, penjahit sekaligus perancang pakaian yang papan tanda identitas jasa ini dulu banyak terpampang di bagian depan rumah atau gedung, di Surabaya.

Jadi, unsur _design_ pada _modiste_ di sini, erat sekali dengan dunia menggambar, merancang, yang lantas boleh jadi semakin mengalir pada darah seni Nio Nova Christiana yang pada 30 Juni 2024 akan bertolak ke Penang, Malaysia, selama seminggu mengikuti pertemuan para pelukis cat air se-Asia.

Hamid Nabhan yang bergabung dalam wawancara ini dan bertindak semacam moderator, menutup dengan kalimat bernuansa kredo : Jika seni gagal menjawab persoalan dengan kata-kata, maka warna dan garislah yang akan menyelesaikannya.
***
#Amang Mawardi, jurnalis senior dan penulis, tinggal di Surabaya.


Tuisan bersambung:
  1. Sublimasi Keindahan Lukisan Karya Nova Christiana (1)
  2. Sublimasi Keindahan Lukisan Karya Nova Christiana (2)

Diteruskan dari FB Amang Mawardi

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 3642747899859802006

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close