Seminar Kebudayaan “Menoleransi Ragam Dialek dan Budaya Lokal Madura, MA 1 Putri Annuqayah
Syaf Anton Wr
Sumenep, Rulis: Mengaktualisasikan kemampuan dan pemahaman siswi Madrasah Aliyah (MA) 1 Annuqayah Putri, Guluk-guluk Sumenep, Jawa Timur, diselenggarakan Seminar Kebudayaan “Menoleransi Ragam Dialek dan Budaya Lokal Madura”, Kamis, 22 Februari 2024, di aula madrasah setempat.
Seminar kebudayaan yang dilaksanakan oleh Himpunan Siswa Peminatan Ilmu Bahasa dan Budaya MA 1 Annuqayah Putri itu menggadirkan penyaji Syaf Anton Wr, budayawan dan sastrawan Madura, diikuti lebih dari seratus peserta.
Syaf Anton Wr, dalam kesempatan tersebut mengurai sekitar unsur-unsur kebudayaan, khususnya kebudayaan Madura yang kerap hanya dipahami sepotong-potong.
“Ada sejumlah nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Madura, seperti cara atau sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, karya seni dan lainnya, namun tidak seutuhkan dipahami oleh masyarakat sendiri,” ungkapnya.
Para siswi peserta seminar kebudayaan |
Dikatakan Syaf Anton, selama ini pemahaman “budaya” dipahami apa yang tampak dan terlihat kasat mata seperti pertunjukan kesenian atau sejenisnya, namun justru yang tersembunyi seperti kearifan lokal, etika berbahasa, perilaku dan sejenisnya justru tidak diketegorikan sebagai budaya.
Utamanya bidang kebahasaan yang kemudian disebut bahasa Madura atau bahasa ibu, mempunyai keunikan tersendiri. Hal ini dapat diperhatikan dalam bentuk ujaran atau tutur kata pada masing-masing wilayah di Madura mempunyai logat atau dialek yang beda.
“Hal ini menunjukkan budaya Madura mempunyai kekayaan ragam dialek yang jumlahnya tiada batas,” ujar sang budayawan.
Menurutnya, ragam dialek ditentukan oleh faktor waktu, tempat, sosial budaya, dan sarana pengungkapan. Faktor tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi.
“Dari ragam dialek itulah akan melahirkan toleransi antar warga, karena dalam dialek terdapat kekuatan bahasa penuturnya sehingga mampu memperkuat ketahanan budaya yang dicerminkan oleh masyarakat sendiri,” tuturnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Jurusan Peminatan Ilmu Bahasa dan Budaya MA 1 Annuqayah Putri, Asy’ari Khotib menyatakan pihaknya sangat berharap agar dari siswi-siswinya itu lahir generasi yang memperhatikan dan peduli terhadap budaya Madura.
“Sebab, budayawan yang perhatian budaya Madura di pulau Madura ini sangat terbatas, sehingga dikhawatirkan suatu saatnya nanti bila tidak ada yang peduli, maka kehidupan budaya Madura bisa ditinggalkan oleh masyarakatnya,” jelasnya.
“Saya berharap, dari seminar kebudayaan ini pemahaman kemanfaatan belajar bahasa dan budaya menjadi hal yang sangat penting bagi siswi, dan pada waktu selanjutnya bila dilakukan pendalaman melalui diskusi, penelitian dan lainnya,” tutur ustadz yang juga dikenal sebagai penyair.
Penulis/editor: Auli Dindi