Kapitalisme Membunuh Masa Depan Pemuda
https://www.rumahliterasi.org/2023/09/kapitalisme-membunuh-masa-depan-pemuda.html
Ahmad Rizal
Syubbanul yaum, rijalul ghad.” Kata mutiara berbahasa Arab ini bermakna “pemuda pada hari ini adalah pemimpin pada esok hari”. Ia mengandung makna demikian mendalam, betapa pemuda memegang peranan sangat penting untuk kelanjutan sebuah peradaban. Namun apa yang terjadi hari ini, pemuda dikerdilkan peranannya dengan beragam arahan dan penekanan sistemik.
Pemuda adalah tonggak perubahan bangsa di pundak- pundak merekalah masa depan bangsa digantungkan. Pemuda sejatinya punya peran mulia, salah satu adalah agent of change. Tuntutan peran inilah yang mengharuskan para pemuda peka terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
Pemuda adalah tonggak perubahan bangsa di pundak- pundak merekalah masa depan bangsa digantungkan. Pemuda sejatinya punya peran mulia, salah satu adalah agent of change. Tuntutan peran inilah yang mengharuskan para pemuda peka terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
Peran ini juga yang menjadikan pemuda-pemuda di masa kemerdekaan dulu, tergerak untuk memikirkan perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Hingga mereka berhasil menyusun sebuah ikrar, sumpah pemuda diantaranya
Satu di antara sekian banyak pengerdilan itu adalah di saat pemuda dalam hal ini para mahasiswa hendak menyumbangkan perannya dalam merespon kezaliman yang terjadi demikian nyata. Berupa disahkannya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Mereka mendapat “imbauan” keras dan “ancaman” dari beberapa pihak termasuk di antaranya pemerintah.
Dilansir oleh pikiran-rakyat.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi mengeluarkan surat edaran bernomor 1035/E/KM/2020. Edaran berisi larangan para mahasiswa untuk turun mengikuti demo Omnibus Law Cipta Kerja.
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV menyatakan bahwa demo yang dilakukan oleh para mahasiswa disponsori oleh pihak-pihak tertentu. Artinya mereka diduga ditunggangi oleh kepentingan kalangan yang berada di balik layar.
Ketiga hal di atas menunjukkan betapa tidak diberikannya ruang bagi tersampaikannya kritik atas penguasa. Padahal masukan berupa kritik tersebut adalah bentuk kepedulian dari anak bangsa bagi pemimpin yang menaungi mereka.
Terlebih atas kalangan mahasiswa yang merupakan pihak intelektual muda. Dimana tersemat di pundaknya satu amanah berupa gelar agent of knowledge, agent of change, agent of kontrol sosial, Maka sudah semestinya mereka diberikan keleluasaan untuk turut berperan aktif dalam mengubah kondisi negeri.
Tak semestinya mahasiswa dikerdilkan perannya dengan didorong sekadar memikirkan hajat pribadi. Dimana nilai akademik dipandang seolah satu-satunya prestasi yang wajib diraih oleh mereka. Untuk kemudian dengan nilai IPK yang tinggi, segera setelah lulus kuliah pun hanya diarahkan berlomba memasuki perusahaan dan tempat bekerja dengan posisi dan gaji yang melonjak tinggi dan aduhai.
Atau jikapun mereka diberi ruang dalam menyalurkan aspirasi dan potensi gemilangnya. Berupa kekuatan fisik prima dan tingkat intelektual di atas rata-rata. Mereka dikerdilkan kembali dengan diarahkan pada arus perubahan yang hanya mengakomodir kepentingan pihak tertentu. Sementara mereka dipaksa menutup mata atas prahara dan kezaliman yang diterima oleh rakyat banyak. Sehingga kondisi perubahan yang diperjuangkan pun sulit menyentuh aspek mendasar.
Sungguh itu semua terjadi karena sistem yang menaungi negeri ini bersifat kapitalistik. Dimana segala sesuatu dipandang hanya dari sisi pencapaian materi semata. Prestasi akademik, status sosial, jabatan dan limpahan harta menjadi standar keberhasilan untuk dikejar mati-matian. Sementara idealisme berupa semangat menjadi bagian agent of change dari kondisi buruk yang tengah menimpa negeri pun ditanggalkan.
Dalam perkara UU Omnibus Law, sesungguhnya itu merupakan satu di antara segudang kezaliman yang ditimpakan penguasa atas rakyat. Pengurusan terbaik dari negara yang semestinya didapat oleh rakyat digantikan dengan prinsip bak penjual dan pembeli. Penguasa memposisikan diri sebagai penjual, sementara rakyat pembelinya. Membeli semua kebutuhan hidup yang semestinya menjadi satu aspek pengurusan oleh penguasa atas rakyatnya. Sungguh tak mengherankan, kesejahteraan pada akhirnya hanya bisa dikecap oleh mereka dengan akses keuangan yang kuat saja.
Maka, berharap solusi tuntas dengan sekadar mencabut UU zalim Omnibus Law, serupa mengenyahkan satu kemalangan dan bersiap menghadapi luapan persoalan multi dimensi lainnya.
Ditambah dengan prinsip kufur berupa sekularisme. Dimana halal haram tak menjadi patokan dalam berbuat dan mengambil keputusan. Kian menjauhkan agama untuk berperan dalam mengatur kehidupan. Arah pandang para intelektual muda pun dipersempit. Dari kewajiban untuk menjadi bagian pendobrak sistem buruk kapitalisme. Untuk digantikan dengan sistem lain yang mampu menjadi solusi mengakar atas semua probematika yang tengah membelit negeri. Sehingga didapat penyelesaian yang bersifat paripurna dan tak menyisakan permasalahan baru.
Sistem paripurna itu tiada lain hanya sistem Islam. Ia berasal dari Zat yang Menciptakan semesta, manusia dan kehidupan ini. Syariat-Nya demikian sempurna dalam memberi jawaban atas setiap persoalan yang menimpa makhluk-Nya.
Adapun Islam memandang bahwa peran pemuda terkhusus mahasiswa itu adalah sebagai pihak yang demikian dimuliakan. Mereka adalah sekumpulan orang berilmu. Dimana derajat mereka teramat mulia di hadapan syara, dikarenakan ilmunya mengarahkan mereka untuk taat hanya pada kalam Ilahi.
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui atas apa-apa yang kalian kerjakan.” (TQS. al-Mujadilah: 11)
Dalam hal ini, mereka mendapat perhatian penuh dari negara berupa diberikan edukasi sempurna. Dari sisi aqliyah yakni pembentukan pola pikir agar senantiasa berpandangan sesuai syariat. Juga dari arah nafsiyah yaitu pembinaan pola sikap dan ketundukan hanya pada aturan-Nya. Maka ketika mereka beramal, tak mau seujung rambut pun berlaku menyelisihi agama.
Termasuk ketika dihadapkan pada kebijakan zalim penguasa, mereka akan mengemar makrufi sebagai bentuk kepedulian pada negerinya. Juga dalam rangka menaati perintah Rabb-Nya.
Para pemuda yang telah terwarnai oleh Islam kaffah akan senantiasa bergerak dan menjadi agen perubahan yang mengakar. Tak mau jika gerakan mereka ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang sebatas mengarahkan pada kepentingan duniawi semata.
Duhai para mahasiswa, engkaulah sosok pemuda mulia, generasi agent of change. Mantapkan langkahmu hanya untuk melakukan perubahan mendasar. Mencabut akar persoalan berupa sistem rusak kapitalisme digantikan oleh sistem yang hak yakni Islam.
* Ahmad Rizal, kelahiran Republik Pulau Raas Sumenep, Madura. Saat ini sedang menempuh Pendidikan Pascasarjana di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas Ekonomi Bisnis Islam. Beberapa karyanya pernah di muat media online dan cetak. Penulis bisa dihubungi melalui surel santrishopies@gmail.com
Pilihan