Dendam


Cerpen; Ahmad Rizal

Laki-laki berkumis tebal itu menghisap rokoknya dengan mata rapat terpejam dan menunduk ke bawah, ia semburkan kepulan demi kepulan asap berbentuk lingkaran ke arah langit. Beberapa detik berselang, ia membuang rokok itu, kemudian menginjaknya dengan kasar seolah sedang menginjak wajah Ridahnan tanpa ampun.

Ia sakit hati dan dendam padanya. Sebab kemarin, dialah yang menjadi  penyebab utama  Tim Bola Kasti/Tembhungnya, Macan Alipen kalah pada rival terberatnya Harimau Bencong pada laga semifinal pagelaran akbar turnamen paling bergengsi se Timur Daya  Suramadu Cup  yang diselenggarakan oleh tim Gelap Genni di Desa Lapa-laok itu. 

Menurut kabar yang ia dengar dari rekan-rekan se timnya, Ridahnan telah menerima uang sogok sebesar 5.000.000 rupiah dan rokok Gudang Garam sebanyak 5 pres dari pihak lawan. Memang sejak dulu Ridahnan terkenal sebagai wasit yang paling kontroversial, setiap laga yang di pimpinnya, pasti terjadi kericuhan.

Laki-laki berbadan tegap itu kemudian berjalan ke dalam rumahnya, mengambil celurit yang digantung sungsang di samping pintu, menyelipkannya pada gulungan sarung yang ia pasang setinggi llutu. Dipasangnya songkok setinggi 12 CM di kepalanya.

Di ambang pintu, mulutnya berkomat-kamit membaca mantra hungga    kedua tangannya  mengusap seluruh wajahnya. Ia menggertakkan kedua kakinya bersamaan dengan nafas yang ia tahan di  tenggorokannya dan dihembuskan dengan kasar.

“Bajingan!” Ia berujar dengan sangat lantang,  dengan wajah beringas merah padam, ia mengambil sebuah benda pipih di dalam sakunya umtuk menghubungi seseorang.

Le’, Saya sudah siap” ucapnya.

“Siap kak, saya tunggu di sana” balas seseorang yang ia hubungi itu, lantas ia berjalan ke arah motor matiknya,  menungganginya, menyalakannya, lalu menarik gas kasar hingga suara knalpotnya membuat seekor ayam yang berada di sampingnya berkokok panik.

Ia sudah tidak sabar lagi untuk menebas leher Ridahnan yang saat ini sedang memimpin laga Semifinal kedua antara Lanceng Mereng melawan Serigala Nocceng pada turnamen itu.

Kemarin, Tim yang didirikannya, Macan Alipen kalah satu poin pada rival terberat mereka yaitu Harimau Bencong.

Sejak peluit pertama dibunyikan, timnya unggul dalam statistik penyerangan, hingga pada menit ke 10 paruh pertama, timnya berhasil mencetak satu poin, akselerasi salto akrobatik yang ia peragakan mampu membuat tim lawan kewalahan untuk membidiknya,

Ia berlari cukup kencang selaksa seekor harimau yang sedang mengejar mangsanya, ia menerobos beberapa pemain lawan, hingga akhirnya ia berhasil masuk dan mencetak satu poin, sorak sorai suporter  menggema meneriakkan namanya, Marbinto.  komentator handal, Bung H. Fadhal berteriak gol dengan heroik seperti komentator sepak bola dunia di Channel  Bein Sport.

Pada detik-detik akhir paruh kedua, Ridahnan selaku pemimpin jalannya laga membuat keputusan yang sangat mengecewakan dan sangat kontroversial, ia tidak mengesahkan tembakan Marbinto pada salah satu pemain lawan, padahal sudah jelas-jelas lemparannya sudah mengenai pantat pemain tersebut, seorang gebber yang bertugas mengawasi di sektor lapangan bagian depan pun sudah mengangkat benderanya, sebagaai tanda bahwa tembakan Marbinto kena sasaran dan sah.

Namun Ridahnan selaku Wasit utama yang mempunyai otoritas penuh terhadap keputusan-keputusan dalam pertandingan tidak meniup peluitnya sebagai tanda justifikasi terhadap lasmen/gebber yang telah mengangkat benderanya. Ia menganggap bahwa tembakan Marbinto sama sekali tidak mengenai badan si pemain itu. Ridahnan dan beberapa pemain Macan Alipen lainnya memprotes keras keputusan wasit berkopyah putih dan yang sudah berkepala tiga tersebut, namun masih enggan mengubah keputusannya.

Kericuhan pun tidak bisa terelakkan, ribuan penonton, yang terdiri dari anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak semuanya berkerumun memadati lapangan. Untungnya, beberapa oknum polisi yang memang ditugaskan berhasil melerai kericuhan tersebut, sehingga beberapa menit berselang, pertandingan kembali dilanjutkan.

Al-hasil, pemain bernomor punggung 1 itu berhasil mencatatkan namanya dipapan skor dengan mencetak 2 angka sekaligus atau angka kembar, ia berhasil melakukan PP (Pulang Pergi) tanpa berhenti di bengko kene’ dan bengko raja. Beberapa detik berselang, peluit akhir dibunyikan sebagai tanda berakhirnya pertandingan.  Macan Alipen pun harus rela menerima kekalahan dari Harimau Bencong dengan skor tipis 1-2.

Bola kasti/tembhung merupakan olahraga tradisional warisan leluhur yang hanya bisa jumpai di Kabupaten Sumenep Saja, apalagi di daerah Timur Daya (Dungkek, Batang-batang, Gapura dan Batuputih).

Olahraga ini terdiri dari 12 pemain, setiap klub mempunyai tim A dan B bahkan C yang bertanding secara giliran. Lapangan yang digunakan berbentuk persegi panjang dengan diameter  100-150 meter kali 8-15 meter. Durasi waktunya kondisional, paling sebentar 10 menit dan paling lama 25 menit kali 2 babak.  Olahraga ini dilangsungkan setelah adzan Ashar sampai selesai.

Menariknya, 3 hari bahkan satu minggu menjelang pertandingan, setiap  waktu isya’ hingga subuh, biasanya para pemain akan berkumpul di rumah ketua tim atau di Maqbarah/asta/bujhu’ untuk  untuk mengaji, memohon kemenganan, dan memperkuat amalan-amalan kesaktian mereka (syarat).

Kendati pemain selain harus mempunyai skill yang mempuni, mereka juga perlu dan harus memantapkan suluk mantra atau ritual spiritual agar saat bertanding mereka tidak apes atau ecapo’ syarat oleh tim lawan, masing-masing pemain akan mempunyai penjaga seperti dukun, ustadz dan lain sebagainya.

Saat sampai hari H, para pemain akan sangat berhati-hati, mereka harus patuh terhadap seseorang yang memang dipercaya, orang itu itu akan memberitahu dari arah mana mereka akan keluar atau berangkat dari rumah atau dari titik kumpul, jika keluar sembarang, maka konon, timnya akan apes.

Saat sampai di lapangan, para pemain akan mencari kobasa yaitu arah yang akan ditempati. tidak boleh sembarang arah tentunya, dan itu semua ada ilmu dan  kitabnya yang tidak sembarang orang bisa  memilikinya. Sejak saat itu para pemain akan terus melafalkan mantra-mantra atau doa-doa. Doa ayah, istri, ibu dan anak akan menjadi spirit mereka dalam bertanding, debar dada akan semakin berguncang hebat.

 Saat akan memasuki lapangan mereka tidak boleh sembarangan, jika pada hari pertandingan itu menurut ilmu yang tadi merupakan kobasa lowar, maka mereka harus masuk ke dalam lapangan setelah tim lawan masuk, dan jika hari itu merupakan kobasa dhalem, maka mereka harus masuk ke dalam lapangan sebelum tim lawan masuk.

Sejak saat itu biasanya aroma-aroma mistis akan tercuim, seperti memukul telur ayam kampung menggunakan selapang, menabur kembang, menabur tepung, bahkan biasanya akan ada seseorang yang memperagakan gerakan-gerakan yang jika dilogikakan akan terlihat sangat aneh, bahkan akan menganggapnya gila.

***

Kini, Marbinto dan rekanya sudah berkumpul dengan memasang topeng di wajahnya, mereka mengendap-endap di sela-sela kerumunan penonton untuk mendekati Ridahnan yang sedang asyik memimpin jalannya pertandingan semifinal ke-2 antara Serigala Letoy melawan Kuda Kalengger yang sudah berjalan babak kedua.

“Kita panggil nomor punggung dua, nomor punggung dua, inilah dia orangnya masih muda dan bertubuh kekar tentunya, mengambil selapang berwarna hijau, mulut mulai berkomat-kamit membaca mantra,  ancang-ancang mintak bola bagaimana pukulannya” sang komentator terus berceloteh penuh spirit layakya komentator sepakbola kelas dunia.

Sementara Marbinto dan rekannya mulai mendekat pada Ridahkan, hatinya kian nyeri jika melihat Ridahnan, timnya yang sudah menghabiskan berjuta-juta dana harus menerima kekalahan yang tidak seharusnya, pada laga kemarin, sportifitas sudah dibungkam, saat ini ia akan balas dendam dengan memenggal kepala Ridahnan di khalayak ramai.

Le’ nanti setelah peliut akhir dibunyikan atau terjadi kericuhan, kita penggal saja leher Ridahnan dari belakang, setelah itu kita langsung kabur” bisik ridahnan pada rekannya, rekannya pun mengangguk mantap.

“Apa yang terjadi, ada kericuhan disana, penonton, penonton, jha’ maso’ ka lapangan, minta’a tolong, dina badha wasit” Suara komentator. Dan benar, terjadi kericuhan di sana, Ridahnan kembali membuat keputusan yang lagi-lagi sangat kontroversial.

“Kesempatan yang bagus, orang-orang tidak akan membidik sangka pada kita, mereka akan menyangka penonton Tim Serigala Kalengger-lah  yang membunuh Ridahnan, karena timnya sudah dicurangi” Marbinto berbisik lagi dengan penuh kemenangan. Tanpa lama-lama ia dan rekannya langsung menerobos kerumunan penonton yang sudah memadati lapangan, ia akan mencari sosok Ridahnan dan segera membacoknya.

“Curang wasitnya itu”

“Biasanya tukar bebas itu” Komentar beberapa penonton.

Marbinto dan rekannya telah berhasil menerobos kerumunan penonton dan sudah mendekati Ridahnan, mereka sudah siap-siap membacok Ridahnan yang sudah dikerumuni para pemain dan penonton klub yang dirugikan.

“Ini sudah keputusan saya selaku ketua Wasit! jadi tidak bisa diganggu gugat!” Suara Ridahnan sangat lantang membentak para pemain yang  memprotesnya keras, Marbinto dan rekannya yang sudah berada di belakang Ridahnan tersenyum kecut, lantas ia mengeluarkan celurit yang diselipkan pada gulungan sarungnya, ia membaca beberapa mantra, memejamkan mata, mengangkat celuritnya dan langsung menebas punggung Ridahnan,

Ridahnan sempat meronta, namun ia langsung jatuh tersungkur ke tanah dibanjiri darahnya sendiri, punggungnya sobek parah, bahkan organ tubuh bagian dalamnya muntah keluar, orang-orang berteriak histeris ada juga yang menangis. Ridahnan telah kehilangan nyawa, sementara Marbinto dan rekannya secepat kilat langsung menghilang entah kemana.

***

Pembacokan Ridahnan masih menyisakan tanda tanya, tersiar di telinga masyarakat bahwa yang membunuh Ridahnan adalah penonton klub Serigala Kalengger, ada juga yang mengatakan pembunuhnya adalah orang pihak luar.

Sebab peristiwa tragis itu, Pagelaran Akbar Turnamen Bola Kasti paling bergengsi se Timur Daya Suramadu Cup langsung dihentikan, akibatnya banyak klub-klub yang merasa dirugikan.

Raas, 25 Agustus 2023

 

 

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 5481652460512665265

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close