Dalam Pelukan Senja


Cerpen: Muhammad Dzunnurain

Di tepi pantai yang sepi, seorang laki-laki bernama Adrian duduk di atas batu besar. Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, mewarnai langit dengan gradasi warna oranye dan merah. Dia telah menghabiskan hari ini untuk melihat senja di samping rumahnya, suatu kebiasaan yang dilakukannya sejak kecil.

Adrian teringat masa kecilnya di desa kecil ini, di mana dia selalu berlari ke pantai setiap kali matahari terbenam. Namun, seiring berjalannya waktu, kewajiban dan rutinitas membuatnya semakin jarang menikmati indahnya senja.

Hari ini, dia memutuskan untuk mengulangi kenangan indah itu. Saat langit mulai berubah warna, dia memotret pemandangan senja dengan kameranya. Setiap jepretan adalah usahanya untuk menangkap keindahan alam yang efemeral itu.

Tiba-tiba, dia melihat seorang wanita muda juga sedang berdiri di tepi pantai, tampak terpesona oleh senja yang sama. Adrian mendekati wanita itu dengan senyuman.

"Senja memang luar biasa indah, bukan?" ucapnya.

Wanita itu tersenyum sambil mengangguk. "Ya, tak ada yang bisa menandingi kecantikan alam ini," jawabnya.

Mereka pun mulai berbicara, berbagi cerita tentang kenangan dan impian masing-masing. Ternyata, wanita itu bernama  Feshika Yara , seorang seniman yang juga mencintai senja dan sering mengambil inspirasi dari alam untuk karyanya.

Adrian merasa ada ikatan khusus dengan Feshika. Mereka berdua memiliki minat yang sama dan pandangan hidup yang serupa. Mereka berjalan di pantai, tertawa, dan menikmati momen bersama sambil matahari benar-benar tenggelam dan malam mulai menyapa.

Saat langit sudah gelap, Adrian mengajak Feshika ke sebuah kafe di dekat pantai. Mereka melanjutkan percakapan mereka sambil menikmati secangkir kopi hangat. Waktu berlalu dengan cepat, dan mereka berdua merasa seperti telah menghabiskan waktu selama berjam-jam.

Akhirnya, Feshika berdiri dan berkata, "Aku harus pulang, tapi aku sangat menikmati hari ini."

Adrian merasa seperti ada yang hilang saat Feshika berdiri. Namun, dia juga merasa beruntung telah bertemu dengan seseorang yang bisa membuatnya merasa begitu hidup.

"Aku juga merasa sama. Apa kita bisa bertemu lagi?" Ucap Feshika sambil pegang tanganya Andrian

"Tentu saja. Bagaimana kalau kita menjadwalkan untuk mengejar senja bersama lagi?" Tambahnya semabari tersenyum lembut.

Adrian setuju dengan senyuman. Mereka bertukar nomor telepon dan berpisah dengan janji untuk bertemu lagi. Saat Adrian kembali duduk di atas batu besar, dia merenung tentang hari yang luar biasa itu. Mungkin mengejar senja tidak hanya tentang melihat matahari tenggelam, tapi juga tentang menemukan kebahagiaan dan ikatan dengan seseorang yang memiliki pandangan hidup yang sama.

Dengan senyuman, Adrian melihat langit yang gelap. Meskipun matahari sudah pergi, cahayanya masih ada dalam kenangan dan harapannya.

***

Hari-hari berlalu, dan Adrian dan Feshika semakin sering bertemu. Setiap kali matahari terbenam, mereka berdua menghabiskan waktu bersama di tepi pantai, berbicara tentang segala hal mulai dari impian hingga cerita pribadi. Setiap momen bersama terasa seperti petualangan baru yang penuh keajaiban.

Mereka berdua juga mulai saling mendukung dalam pencarian passion mereka. Adrian, yang sebelumnya lebih fokus pada pekerjaannya, kini kembali menghidupkan minatnya dalam menulis sajak dan seni teater. Feshika, di sisi lain, semakin termotivasi untuk menulis cerpen dan menciptakan karya seni yang terinspirasi dari alam.

Pada suatu hari, Adrian memiliki ide unik. Dia ingin membuat banyak puisi yang menggabungkan menjadi sebuah antologi bersama cerpennya  Feshika. Mereka berdua bekerja keras untuk mewujudkan ide ini. Antologi bersama tersebut menjadi sukses besar, mengundang perhatian banyak orang dan menginspirasi mereka dengan keindahan seni yang dihasilkan dari cinta mereka pada senja.

Namun, seperti halnya kisah hidup, ada saat-saat sulit yang muncul. Adrian dan Feshika mengalami perbedaan pendapat dan tantangan pribadi mereka masing-masing. Terkadang, kehidupan yang sibuk membuat mereka merasa jauh satu sama lain. Namun, setiap kali mereka merasa tertekan, mereka selalu kembali ke pantai pada senja untuk menenangkan pikiran dan merenung.

Senja menjadi metafora dalam hubungan mereka. Seperti matahari yang terbenam dan kembali muncul, Adrian dan Feshika belajar untuk mengatasi kesulitan dan tetap bersama dalam kebaikan dan keburukan. Mereka belajar bahwa cinta sejati tidak hanya tentang momen-momen indah, tetapi juga tentang kerja keras, pengertian, dan dukungan.

***

Pada suatu senja yang khusus, Adrian mengajak Feshika kembali ke tepi pantai tempat mereka pertama kali bertemu. Dengan cahaya senja yang memancar di latar belakang, Adrian berlutut di hadapan Maya dan mengeluarkan cincin.

"Feshika, kamu adalah cahaya dalam hidupku. Maukah kamu menikah denganku?" Kata Andrian sembari mengusap keningnya Feshika.

Wanita yang dicintainya itu tersenyum dengan air mata bahagia di matannya.

"Tentu saja, Adrian. Aku mau." Jawab Feshika sambil mengusap air matanya

Di bawah langit yang mulai gelap, mereka berdua merayakan komitmen baru dalam hidup mereka. Mereka tahu bahwa seperti senja yang tak pernah sama, kehidupan mereka akan selalu penuh warna dan keajaiban. Dalam pelukan satu sama lain, mereka merasa seperti sedang mengejar senja bersama, meraih momen-momen berharga dalam setiap fase perjalanan mereka.

________

Muhammad Dzunnurain Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (UNISMA). Aktif di beberapa Organisasi Intra dan Ekstra kampus salah satunya Himpunan Mahasiswa Jurusan (English Student Association), LPM Fenomena (FKIP), Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Malang Raya, PMII Rayon Al-Kindi, Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS). Beberapa karyanya telah puisinya telah di muat di media Online dan Cetak di antaranya Majalah Sidogiri Edisi 179, Antologi Nulis Bareng (Mahir Nulis)”Patah”(2022), Warta Universitas Surabaya Edisi 335,338, dan 339, Koran Harian Bhirawa (2022), Nolesa “Berimbang dan Mencerdaskan”(2022), Negeri Kertas “Jurnal Sastra dan Seni Budaya”(2022), Gerakan “Sadar Membaca” Rumah Baca.id (2022), Rumah Literasi Sumenep (2022), Tiras Times (2022), Riau Sastra (2023), Terminal Mojok (2023), Ngewiyak (2023),Koran Suara Merdeka (2023), Jawa Pos Radar Banyuawangi (2023), Laman Riau (2023), Kopi Times Indonesia (2023). Penulis bisa dihubungi melalui email muhammaddzunnurain63@gmail.com

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 9219711662228902107

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close