Sajak-sajak Azizatul Qoyyimah
https://www.rumahliterasi.org/2023/06/sajak-sajak-azizatul-qoyyimah.html
Azizatul Qoyyimah, perempuan kelahiran Batang Batang Sumenep, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia juga merupakan alumni dari mahasiswa Institut Dirosat Islamiyah (IDIA) Al-Amien Prenduan, jurusan ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin. Menulis puisi menjadi salah satu potensi yang dia miliki sejak duduk di bangku SMA
Warisan Ayah
Sebelum suntuk mengutuk
Sangat lirih kau berucap, yah…
Memandang lekat, penuh harap
Pada garis takdir sang Maha
Barangkali jauh disana kita tetap mesra mendekap
Mengadu nasib, serta memecah tangis
Besar inginmu menjejaki hidup
Mengistimewakan rasa bersama tawa
Sebagai warisan abadinya.
Telaga Kasih Sayang;
Sebagai kado persembahan
Sejak dalam rahim kandungan
Kamu menelaga ceruk kasih sayang
Meski meringkuk diantara gelap kesunyian
Pada tiap hembusan
Tetap menyala doa-doa keabadian
Hingga kini berapa ribu jarak langkahmu tertapak
Diantara dentum waktu yang terus berdetak
Di atas terjal panjang perjalananan
Kamu adalah pengembara yang lapang
Bilamana tercium aroma duka dari gaung ketandusan
Bangkit! sampai kamu tiba di teluk kemenangan
Bertahan Pelik
Di dalam bilik aku bertahan pelik
Asing dan tercekik, sunyi kian mencabik
Hati takluk, Jiwa terkutuk
Ragapun lapuk
Sebab rimbun kata yang menusuk
Dalam remang, kaki melangkah gontai
Tubuh berbalut angan, dan berselimutkan bayang-bayang
Gersang berkepanjangan
Menyisakan sesal
Semestinya Kita Adalah Satu
Sisa gerimis hujan malam tadi
Menjadi aksara, yang gagal dieja mata
Gagal dieja rasa
Umpama penyair kehilangan kata
Barangkali aksara itu adalah bunyi do’a
Yang sengaja kau sematkan di bibir langit akasia
Kemarilah katakan seutuhnya..
sebelum kau tenun sukmaku dengan luka
Diantara gerai angin yang menderu
kuucapkan sumpah, meliarkan mulutmu yang membisu
karena semestinya kita adalah satu..
yang menyatu dalam titik temu.
Perihal Masa
I/
Meramal masa, dengan puisi para pujangga
Umpama hati meniti ilusi
Dan pada masa aku berkasih
Beradu cerita membagi kisah
Mestinya ia paham hakikat keadaan
Sebelum riak hujan menetes menjadi saksi
II/
Siang pun garang sepanjang kulminasi
Menggigit sengat sejarah masa
Melipat kenangan, melumat waktu penuh sakau
III/
Sebelum malam menjemput gelap
Ada kata yang belum terucap
Rupanya kemelut rindu yang makin bercumbu
Melambang berpiuh luruh
Dialog Mata
Pada rimbun ilalang yang bergoyang
Aku ingin memungut kembali serpihan kenangan
Yang mulai berserakan
Tapi kasat, ia hilang
Tertimbun kerikil tajam
Nestapa …
Sebab yang tertinggal
Adalah duri kerinduan, menusuk geram
Pada kuncup mawar yang mekar
Tangisku hambar
Gebyar tawa asing menggelegar
Ceruk senyum di bibir temaram
Kusut beringsut masam
Dalam buai terjal aku gemetar
Sebab yang tertinggal
Adalah musim perpisahan
Sebuah pada, tempat menorah luka
Biar tersemat kata-kata
Tentang segala bercak darah
Yang berceceran disana
Dalam dekap tubuh
Beradu sendu
Bias batin membisu
Biarkan luruh
Sebab dialog mata masih mesra bercumbu
Pilihan