Pembelajaran Responsif Era Digital
Pembelajaran digital di kelas (foto: dok pribadi) |
Muhammad Rofiul Alim
Transformasi digital pada masyarakat 5.0 menuntut perencanaan dan pelaksanaan secara cepat dan tepat. Perubahan-perubahan yang terjadi perlu adanya respons dengan nyata dan berkesinambungan. Salah satu bentuk dari adaptasi terhadap perubahan adalah pendidikan. Proses seseorang dari tidak mengerti menjadi mengerti adalah wujud pemahaman dan penyelesaian permasalahan dari perubahan.
Pendidikan membentuk terjadinya komunikasi informasi antar subjektif, inter subjektif, dan intra subjektif tentang pengetahuan, nilai, dan hakikat (Sinaga et al., 2021). Keseimbangan menghadapi perubahan dalam peradaban perlu memperhatikan pendidikan dan kebudayaan sebagai bentuk integrasi intelektual dan moral (Sutrisno, 1994). Peran pendidikan melahirkan peradaban manusia bersifat progresif.
Pendidikan menjadi sarana tumbuhnya kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan emosional yang menghasilkan karakter seperti religius, moderat, kreatif, inovatif, nasionalisme, dan tanggung jawab (Nugraha, 2019). Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebuah negara untuk meningkatkan harkat dan martabat.
Catatan sejarah membuktikan bahwa negara yang unggul ilmu pengetahuan dan teknologi mampu unggul dari bangsa lainnya. Indikator unggul ilmu pengetahuan dan teknologi sebuah negara dilihat dari produktivitas riset secara konsisten (Hamid & Anwar, 2003).
Perencanaan dan pengambilan kebijakan sudah seharusnya berdasarkan data sehingga tepat sasaran. Riset berperan sebagai sarana penghubung permasalahan dan kebutuhan di lapangan (Asmara, 2016).
Peran riset dapat dimanfaatkan dalam pendidikan sebagai peningkatan kualitas belajar pembelajaran, kebutuhan media, penyediaan sumber pembelajaran, pengembangan dan implementasi kurikulum, dan pembentukan sistem pendidikan secara sistematis, empiris serta kritis. Implementasi riset pendidikan tergolong jenis riset eksploratif bertujuan menemukan dan mengatasi permasalahan baru dalam pendidikan.
Jenis riset pendidikan digolongkan dalam riset dasar, riset terapan, riset tindakan, dan riset evaluasi (Ali & Asrori, 2022). Budaya riset perlu dikembangkan lebih lanjut pada pendidikan untuk memberikan pembelajaran bermakna kepada peserta didik. Membudayakan riset perlu diperkuat dengan penguasaan literasi dasar peserta didik. Enam literasi dasar menurut Gelarakan Literasi Nasional yakni baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, budaya dan kewarganegaraan.
Pembelajaran berbasis literasi dasar saling berkaitan menciptakan konsep pembelajaran multiliterasi. Pembelajaran multiliterasi menghadirkan pembelajaran yang multi intelegensi, multi strategi, multi metode, multi pendekatan belajar, multimedia, multi sumber pembelajaran, dan multi budaya (Abidin, 2018). Pembelajaran multiliterasi mendorong peserta didik untuk aktif, mandiri, berfikir secara kritis, pemahaman tinggi, dan pemecahan masalah (Rahman & Damaianti, 2019).
Implementasi pembelajaran multiliterasi memberikan pengalaman dan pemahaman baru bagi peserta didik. Konsep multiliterasi menjadi salah satu peran pendidikan dalam proses adaptasi terhadap perubahan dan perkembangan peradaban. Memasuki era masyarakat 5.0 akan mengubah secara fundamental dari aktualisasi, habituasi, sistem, dan interaksi sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat berganti dengan menciptakan berbagai peluang dan tantangan baik sekarang maupun mendatang.
Kemajuan teknologi harus diimbangi dengan keterampilan multiliterasi untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkannya seperti halnya berita palsu (hoax), pornografi, keamanan identitas, peretasan website dan media sosial. Kemajuan teknologi menjadikan aktivitas harian seperti sistem kerja, ekonomi, pendidikan, barang dan jasa menjadi fleksibel dengan digitalisasi terlebih didukung teknologi terbarukan metaverse (Ahmad & Gata, 2022). Kehadiran teknologi metaverse dinilai mengubah kebiasaan baru dan dampak ekonomi pada masyarakat. Penggunaan metaverse pada pendidikan memiliki peluang dan tantangan.
Pemahaman karakteristik metaverse dan mendesain sesuai kebutuhan pendidikan dapat memecahkan masalah serta meminimalkan penyalahgunaan (Kye et al., 2021). Implementasi konsep metaverse menghadirkan lingkungan belajar pembelajaran yang berkesan, interaktif, kreatif dan inovatif kepada peserta didik.
Pendidikan perlu melaksanakan percepatan, penyesuaian, dan pembaruan dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan era masyarakat 5.0. Trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara dimana pendidikan harus memberi teladan, menumbuhkan memotivasi, dan mendorong perkembangan peserta didik.
Perkembangan peserta didik tercapai dengan baik dengan menghadirkan pembelajaran yang kondusif dan student centered learning. Menghadirkan belajar pembelajaran berpusat pada peserta didik menumbuhkan kedewasaan secara intelektual, emosional, spiritual, dan moral (Widyanto & Vienlentia, 2022). Pembelajaran berbasis riset (meneliti), multiliterasi, dan teknologi digital terbarukan berbasis metaverse dapat menjadi pembelajaran yang responsif era masyarakat 5.0 untuk menumbuhkan creativity, critical thinking, communication and collaboration.
Keberagaman kemampuan, ketertarikan, gaya belajar peserta didik dan perkembangan teknologi dapat direspon melalui pembelajaran berbasis riset, multiliterasi, dan metaverse selayaknya sebuah trilogi pembelajaran era digital.
Riset (Meneliti)
Riset berasal dari bahasa Inggris research yang terdiri dari dua unsur re dan search yang dapat diartikan pencarian kembali. Research dalam istilah Indonesia dikenal dengan penelitian yang berasal dari kata teliti memiliki arti cermat. Kata meneliti mendefinisikan sebuah aktivitas untuk memeriksa dengan cermat dan saksama. Sedangkan kata peneliti adalah seseorang yang meneliti. Sehingga penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyajian data secara sistematis dan objektif. Fungsi riset untuk upgrade ilmu pengetahuan, up to date, mutakhir, aksiologis, dan applicated (Wahyudin, 2022).
Pembelajaran berbasis riset mengasah kemampuan komunikasi secara terarah dan efektif. Peserta didik selain berkomunikasi secara verbal harus dapat menuliskan laporan penelitian secara terstruktur dengan baik dan benar. Kemampuan komunikasi perlu memperhatikan etika penelitian dengan memahami hak dan kewajiban sebagai peneliti. Pembelajaran berbasis riset dapat disimpulkan sebagai proses pembelajaran kompleks untuk menumbuhkan kemampuan dan pemahaman ilmiah.
Multiliterasi
Multiliterasi dalam menghadapai tantangan abad 21 sangat dibutuhkan peserta didik pada saat ini. Media multiliterasi dibutuhkan peserta didik dalam proses pencarian, penerimaan, dan pengolahan informasi. Multiliterasi bagian dari cara memahami kurikulum secara luas dan memotivasi peserta didik berpartisipasi secara produktif (Baguley, Pullen, & Short, 2010).
Terlebih dengan adanya Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang menitik beratkan pada aspek literasi dan numerasi. Literasi dapat dibiasakan, dikembangkan, dan dilaksanakan pembelajaran. Pembelajaran multiliterasi meliputi aspek multi intelegensi, multi gaya belajar, multi modus sedangkan dari aspek tuntutan zaman terdiri dari multi konteks, multimedia, dan multi budaya (Abidin, 2018).
Konsep pembelajaran multiliterasi relevan dengan kompetensi abad 21 dengan pemanfaatan berbagai teknologi (multimedia). Tahapan literasi dasar terdiri dari pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Komponen literasi dasar harus dimiliki diantaranya membaca dan menulis, angka, pengetahuan, ekonomi, digital, budaya dan kewargaan.
Metaverse
Teknologi metaverse menciptakan pengalaman baru pada dunia virtual dengan ruangan tidak terbatas, aktif, dan multi international engagement (Indarta et al., 2022). Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran dapat mendukung terjadinya cotextual teaching and learning (Alim, 2022). Media dan sumber pembelajaran yang sesuai kompetensi dan kondisi diharapkan dapat membantu pemahaman, komunikasi, dan pengalaman peserta didik. Proses pembelajaran yang menghadirkan pengalaman enactive, pengalaman iconic, dan pengalaman abstrak dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman peserta didik (Arsyad, 2016).
Teknologi metaverse dalam pendidikan di Indonesia sudah mulai banyak digunakan dan dikembangkan. Pembelajaran berbasis teknologi dinilai dapat menyajikan connected teaching dengan melibatkan aspek konten, aspek sumber daya, dan sistem (Nela et al., 2022). Pembelajaran interaktif dan soft-skill pada peserta didik menghasilkan perilaku produktif, kreatif, dan motivasi (Umamah, 2012).
Motivasi peserta didik yang baik menjadi salah satu upaya meningkatkan hasil belajar sesuai tujuan pembelajaran. Jika motivasi belajar peserta didik rendah akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang rendah (Wena, 2016). Potensi terdapat pada metaverse perlu memperhatikan komponen pendidikan untuk mengontrol dan menghasilkan out came yang berkualitas sesuai kompetensi (Wahid & Hamami, 2021).
Tantangan metaverse dalam pendidikan harus mengantisipasi terjadi kejahatan digital, keamanan data pribadi, dan kurangnya sisi humanis. Pemahaman multiliterasi relevan dengan kompetensi era masyarakat 5.0 sebagai respons perkembangan teknologi. Pendidikan harus menjadi pemeran utama yang dapat memanfaatkan teknologi dengan human-centered society terintegrasi dengan sains dan teknologi (Faizah et al., 2021). Trilogi pembelajaran dengan riset (meneliti), multiliterasi, dan metaverse menghadirkan pendidikan era baru dengan paradigma dan kompetensi abad 21 menuju Indonesia Emas 2045.
Pilihan