Ketika Si Gila Mengubah Dunia
Oleh: Aswandi
Sebuah nasehat menyatakan bahwa “Apabila pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu kehancurannya”. Nasehat tersebut belum cukup, tidak sesederhana itu, penulis tambahkan, selain keahlian, pekerjaan akan dapat diselesaikan jika ada keinginan, kemauan, tanggung jawab, dan kerja keras untuk menyelesaikannya. Tidak hanya itu, bahkan banyak pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh ahlinya, namun berhasil dilakukan oleh orang gila. Sejarah mencatat tidak sedikit orang gila (umumnya para ilmuan) telah berjasa merubah dunia dan kita yang hidup hari ini menikmati jasa-jasanya.
Abu Al-Qasim An-Naisaburi (2017) dalam kitabnya “Uqala’ al Majanin” atau “Orang-orang Bijak yang Gila” menjelaskan bahwa secara etimologi atau kebahasaan, gila berarti tertutup. Ketika orang Arab mengatakan, “jurna asy- syai’u yajunnu jun nan”, artinya sesuatu itu tertutupi (istatara). Kalimat “ajannahu ghairuhu ijnanan”, berarti sesuatu yang lain telah menutupinya (satarahu).
Sinonim dari kata “Majnun”, diantaranya: dungu/bodoh, orang yang terlahir dalam kondisi gila, orang yang tidak becus dalam menentukan dan mengatur, bebal, dan orang dungu yang menghancurkan. Dan terdapat 1001 macam orang gila, antara lain: orang yang terlahir dalam keadaan gila, orang yang akal sehatnya terbakar, gila akibat dirasuki jin dan setan, dan orang yang dibuat gila oleh rasa cinta.
Zainul Maarif (2017) menegaskan, kepada siapa saja kita boleh belajar, termasuk belajar kepada orang gila. Michael Foulcault, seorang filsuf Perancis menyatakan bahwa, “klaim tentang kegilaan adalah produk kuasa struktural.
Ada kuasa pengetahuan yang mendikte kategori kegilaan sehingga kategorisasi kegilaan itu tak selamanya objektif, Abu Al -Qasim mencatat terdapat 500 kisah muslim genius melakukan perubahan di du nia Islam dianggap gila, belum lagi ribuan ilmuan yang telah berjasa merubah dunia dan kita yag hidup pada saat ini menikmati jasa -jasanya dianggap gila, bahkan mati terbunuh.
Oleh karena itu pepatah mengingatkan, “Lihatlah apa yang dibicarakan, janganlihat siapa yang bicara”. Orang Arab bilang “Khudz al-hikmah walau min dubur ad-dajaj”, artinya “Ambillah kebijaksanaan, meskipun ia keluar dari pantat ayam”.
Mengapa demikian?, Banyak orang berpenampilan layaknya orang saleh dan berpengetahuan, tak dapat dijamin bahwa dia orang saleh dan memahami persoalan yang diklim sebagai ahlinya, demikian sebaliknya.
Dari dulu hingga sekarang ini, fenomena orang gila sering kali muncul. Dulunya orang gila terbukti merubah dunia, sekarang keberadaan orang gila, selain terbukti berhasil membuat perubahan dan sangat diperlukan di era desruptif ini, di sisi lain tindakan orang gila sering menjadi stigma penganiaya bahkan pembunuh ulama, ustaz dan guru mengaji. Orang gila menjadi warga terhormat di negeri ini karena kebal hukum.
Berikut ini, penulis kutip beberapa kisah orang gila yang mampu melakukan perubahan.
Socrates seorang filosof dianggap gila oleh orang Yunani karena selalu menanyakan hal-hal yang diterima begitu saja oleh orang -orang di sekitarnya.
Maksudnya dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Socrates ingin menyadarkan orang agar tidak hanya percaya pada opini, melainkan kepada pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Kelompok status quo menganggap Socrates telah menyesatkan masyarakat. Akhirnya ia difitnah dan fitnah tersebut mengakibatkan Socrates dihukum mati.
Begitu pula terhadap Glardono Bruno seorang saintist dianggap melenceng dari jalur intelektualitas dan agama gara-gara mengkampanyekan heliosentrisme. Menurutnya, matahari yang diputari bumi, bukan sebaiknya. Pernyataan tersebut bertentangan dengan keyakinan suatu agama yang menganggap bumi dikelilingi matahari. Akibatnya seorang ilmuan tersebut dibakar hidup-hidup. Kemudian terbukti, pendapat Bruno justru benar, sementara keyakinan agama tersebut salah.
Thomas Alva Edison (1847–1932) dikenal dan dihargai dengan ungkapannya “Jenius adalah satu persen, inspirasi sembilan puluh sembilan persen”. Pendidikan formalnya sangat kurang, droup out sekolah pada usia 12 tahun, pendengarannya semakin berkurang hingga benar -benar tuli di usia 14 tahun, Edison mengatakan, “Saya menemukan apa yang diperlukan dunia, kemudian saya jalan terus untuk menciptakakannya”.
Ia tercatat sebagai pencipta paling aktip dan paling produktif, mendaftarkan paten sekali dalam dua minggu, secara keseluruhan selama masa kerjanya menghasilkan 1093 hak paten, dan baginya tidak ada kegagalan, semua ketidakberhasilan itu adalah kesuksesan yang tertunda. Archimedes seorang ilmuan yang hidup 287–212 sebelum masehi dianggap gila karena merendamkan badannya ke dalam air untuk membuktikan hipotesinya.
Demi mempertanggung jawabkan keilmuannya, tidak sedikit para ilmuah dibunuh. Itulah contoh integritas seorang ilmuan, siap mati untuk mempertahankan kebenaraan. Martin Luther King seorang pejuang Hak Asasi Manusia mengatakan, “Jika Anda Takut Mati Mempertahankan Kebenaran, Sesungguhnya Anda Tidak Layak Hidup”.
Dan tidak mungkin integritas keilmuan dimiliki oleh mereka yang disebut Julian Benda sebagai “Kaum Inteketual Pengkhianat”, penulis menyebutnya “Ilmuan Tukang” dan “Ilmuan Pilek” yakni seorang ilmuan pesanan, suka cari selamat yang belum selesai dengan urusan dirinya sendiri atau ilmuan yang selalu lapar.
Masih banyak (ribuan) kisah ilmuan dianggap gila, namun mereka mampu merubah dunia yang tidak dapat penulis tuliskan di ruang opini terbatas ini. Kisah terakhir, seorang pengelola jurnal di Institut Pertanian Bogor (IPB) menceritakan pengalamannya mengelola jurnal ilmiah di kampusnya. ITB ingin sekali memiliki jurnal internasional terindeks. Kebetulan banyak dosen yang baru saja selesai pendidikan doktornya (S3) dan kembali ke kampus diminta mengelola jurnal tersebut.
Ditunggu hasil pekerjaannya, dari bulan ke bulan hingga dari tahunan ke tahun, jurnal tersebut tidak selesai dikerjakan. Akhirnya penanggung jawab jurnal menyerahkan pengelolaan jurnal kepada para dosen yang sudah sangat sibuk, bekerja setiap hari dan setiap malamnya, bahkan ada yang tidak sempat pulang ke rumah (tidur di kampus) mengerjakan jurnal internasional yang menjadi tanggung jawabnya. Akhirnya, terbitlah jurnal internasional terindeks. Dikerjakan oleh para dosen yang mereka sebut “Dosen Gila”.
Sempat penulis tanyakan, “Kenapa mereka diberi gelar seperti itu”. Jawabnya, “Faktanya demikian, mereka yang mampu menghasilkan jurnal internasional terindeks tersebut adalah para dosen yang bertanggung j awab atas pekerjaannya tanpa pernah menanyakan berapa besar gaji/upah yang dibayarkan untuk menghasilkan jurnal tersebut”, sementara dosen yang normal /waras sebelum bekerja sudah tanya berapa besar honornya.
Menutup opini, penulis kutip kata bijak, “Bagaimana bicara tentang masa depan kepada orang yang asik menatap masa lalunya. Dan bagaimana bicara mengenai hidup dan kehidupan kepada cendikiawan yang terpenjara oleh doktrinya sendiri”.
Penulis, Dosen FKIP UNTAN
(https://opiniaswandi.wordpress.com)
Pilihan