Puisi-Puisi Pulo Lasman Simanjuntak
https://www.rumahliterasi.org/2022/08/puisi-puisi-pulo-lasman-simanjuntak.html
Pulo Lasman Simanjuntak, sampai saat ini karya puisinya telah dimuat (dipublish) diberbagai media cetak, media online, dan majalah digital di Indonesia dan Malaysia.
Karya puisinya juga telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 16 buku antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia.
Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), anggota Dapur Sastra Jakarta (DSJ), serta anggota Sastera Sahabat Kita (SSK-Sabah, Malaysia.
Bekerja sebagai wartawan dan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Email : pulo_lasman@yahoo.com, HP: 08561827332
_____________________________
Petra Buta Menari dalam Duka
petra buta datang dengan ucapan selamat datang
dari pastor pendatang negeri seberang
bersama dua tongkat yang sudah matang
kusodorkan cawan lebur penderitaan
seperti pengemis salah beri uang
petra buta lalu mulai menari dalam duka
sedalam sumur tua di samping rumah
kehidupannya yang terus berkembangbiak
mulai dari benturan keras di atas aspal jalanan
sampai terapi tubuh yang tak lagi tumbuh
“mari kita tulis bahwa kelaparan ini karena korupsi yang makin membuat sajakku sunyi, ataukah virus pandemi tak mampu lagi menjalin kemesraan pewarta menggelepar di pinggir jalan,” kataku kepada petra buta sambil menelan rakus penyakit diabetes melitusnya yang makin kurus
“ini ujian iman, ini ujian iman,” jawabnya dengan suara basah mengalir dari kacamata hitamnya
petra buta berdiam diri mengusap masa lalu tertulis dalam ijazah dari negeri cina
"ayo, jual terus harta
bendamu, rumah yang dibangun di atas batu, sepeda motor yang sering berseliweran dalam sajakmu, atau apa saja yang tersimpan dalam pikiranmu supaya mesin surga ini mau bekerja,” pesannya menutup pintu hari perhentian
Jakarta, Sabtu, 27 Agustus 2022
Rumah Terbelah Dua
dari kota seberang pulau-pulau terluar
sepasang pengantin bisu
masuk permukiman satu hektar
berlantai angan-angan
jadilah anak-anak kembar
tanpa akte kelahiran
memasuki pintu zaman keluh kesah
di pinggir jalan dalam kota tanpa terminal
yang rajin bertelur polusi udara beracun
maka rumah itu terbelah dua
dipotongnya dengan sebilah pisau
seperti orang mabuk
menulis di atas dua lembar kertas
dengan tanda tangan palsu
jadi bencana pandemi yang tak mau pergi
akhirnya mereka terkurung dalam rumah terbelah dua itu
lantaran kelaparan begitu hebat
sampai tiga turunan bermalas-malasan
tidur lelap tak bisa mendendangkan lagu-lagu sion atau menghapal isi kitab suci
kini tinggalkan senjata pertempuran dibidik
antara lelaki berjubah putih dan matahari murtad
kawin mawin lantaran amarah tak berkesudahan
maka rumah terbelah dua itu jadi sarang burung hantu siang dan malam
belum tahu kemana peta angin
bergerak untuk mengakhiri kisah
rumah terbelah dua
Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021
Kapal Induk Oleng
mendengar berita Indonesia jaya
merah putih berkibar ria
di samudera raya tak ada keluh kesah
seribu kapal berlayar untuk nusantara
hari ini,
mendengar berita Indonesia jaya
ratusan juta kepala keluarga
terjebak krisis pangan apa adanya
juga krisis energi mendunia
sampai lima benua antartika
haruskah menanam gandum di lahan pekarangan rumah
hari esok
kembali mendengar berita Indonesia jaya
membangun jalan tol, kereta api terbang tanpa utang
kuburan untuk orang-orang
tak punya pengharapan
kemiskinan yang juga tak kunjung
sampai ke pelabuhan
Jakarta, Sabtu, 13 Agustus 2022
Tembok Terkunci
pondok sengketa ini
dicatat tiga belas abad
hanya karena kealpaan
saudaraku tak kembar
sehingga masa lalu
tak bisa melihat dengan kelopak mata
nyaris buta
padahal tubuhnya sudah dibangun
dengan tumpukan batu beton
yang datang dari negeri tirai bambu
kawan seiman jadi senang bertempur
berulang dengan amarah senada
hujan deras sejak dinihari telah menyatukan suara perempuan liar
terekam dalam sinyal radio handytalky
“siapa yang membangunkan tetangga tertidur di ranjang kematian,” teriakmu di pintu gerbang
selesai sudah bencana ini
diselesaikan dengan tembok terkunci
Pamulang, Kamis 16 September 2021
Pesan dari Lelaki Berlemak
lelaki baya berlemak ini
tiap pagi menyodorkan berita ekonomi dan bisnis
dengan kurva gratis
dalam hamparan ladang minyak
serta makin mahalnya dapat bermimpi bersetubuh dengan gandum serta gas beracun
"biarkan mata uang dollar terus berperang dengan mata uang rubbel, tugasmu hanya menulis puisi bermata emas dan terus mempersiapkan perang nuklir supaya penyair bisa angkat senjata," pesan lelaki baya berlemak ini sambil berbisik utang negara harus dibayar dengan jiwa dan raga
aku hanya terdiam karena kehilangan pita suara
nyaris dua hari berenang di padang tandus
sebab menyalin kemiskinan sama dengan membaca mantera bawah tanah
ataukah angan-angan yang terus berterbangan
sampai malam ini
ketakutan virus menusuk-nusuk puisiku
ingin bangkit lagi
dari benua orang mati
Pamulang, Rabu 10 Agustus 2022
Kelaparan Akut Jadi Puisi
kelaparan akut akan kujadikan puisi
pagi hari menembus cuaca mati
bersama jantung matahari
di negeri tanpa kaki-kaki
dimulai dari upacara air tanah ini
diselesaikan dengan sebungkus nasi basi
kelaparan akut akan kujadikan puisi
bersiap untuk menghitung pecahan
mata uang rupiah dikalikan
bertubi-tubi
telah engkau katakan berulangkali
dengan tubuh radikal seperti air kali
yang mengalir lewat mata bank tipuan ini
maka kelaparan akut
telah mengalir deras
dalam payudara puisi
yang diretas terjadi lagi
Pamulang, Minggu 14 Agustus 2022
Pertempuran Hari Terakhir
lewat matahari yang berputar dalam imaji-imaji liar
hari raya yang nyaris kelaparan dalam kesunyian abadi
tanpa tangisan bayi
binatang haram pun jadi santapan rohani
di mezbah batu warna biru
penuh amarah
tanpa dendammu berterbangan
di atas meja makan ini
tegur sapa jadi rajin menolak
sebungkus nyanyian mengerikan
dibuangnya di atas meja kasir
persis berhadapan dengan sekolah
layar lebar dan sulit tidur
di ranjang kematian
lalu kutulis puisi yang paling mengeras
sekeras hatimu perempuan berwajah katarak
doyan mengunyah tumbuh-tumbuhan hijau
rahimnya telah terluka masa lalu
berakar kepahitan dan penyakit kambuhan
dari pulau seberang lautan
Pamulang, Minggu 8 Mei 2022
Mengambang Jauh
rumah bising sewindu mengeja kata batin
barang gadai tercecer
engkau mengalunkan gamelan mati
garis telapak jemari
nomor-nomor kode buntut
disebar kebutuhan perkelahian
kartu dibanting
dibangun persaudaraan kembar memanjang
pernah telegram kanker rahim
anakmu yang perempuan menyilet lengan
sampai membusuk
sudah kehilangan bandar udara
dalam sumur-sumur subur
mengapa nyawamu menghilang
lakon buruk menyantap menu ganja
sejak engkau membenci hiruk pikuk
pasar sekejap
membakar sekolah
tanpa abjad
Cawang–Jatinegara Suatu Siang
matahari ada di telapak kaki ketika gerombolan orang sibuk terpekur
ini pertama bagi kita membuka lembaran kerja
mungkinkah terbayang jika sobat lama
enggan memberi permainan otak
polonia sudah terlewati
singgah di kampung melayu
barangkali ada senyuman menakutkan
hewan membasuh terminal
angan-angan bakal melambungkan
segala rupa menjadi pewarta
Konflik Dalam Peristiwa
1//
para rahib datang berbaju tanpa kancing
menelan rakus birahi
boneka lalu lalang membawa pisau belati
potret bunuh diri
padahal setiap sore
kawan sebangku
gemar berpesta bunga senapan
siapakah gadis mencuri setumpuk perawan
Hingga lengan tanganku
hilang ingatan
2//
lewat monolog alkohol susu
disimak pertemuan tak terduga
patung-patung arca menyambut perkelahian
pegawai pribumi menggelepar
di altar semak belukar
3//
didakinya bukit-bukit logam
tiap persimpangan makam ibu
dalam genangan pasir
Pilihan