Filantropi Elusif dalam Lembaran Pesan Tertulis


Resmita Nadlofa Rizqi Annisa

Cinta erat kaitannya dengan romantisme. Pengungkapan yang romantis sering dikaitkan dengan dunia percintaan. Romantisme sebagai salah satu pilihan gagasan dalam karya sastra, seringkali menjadi tema yang menarik dan paling digemari. Untuk mewujudkan gagasan keromantisannya, pengarang berusaha menggunakan bentuk pengungkapan yang sesempurna mungkin.

Cinta bukan saja soal rasa, suka maupun cita. Bukan juga sekedar kisah perjalanan sejati atau mati di tengah jalan. Cinta itu anugerah dengan beribu makna dan cerita latarbelakangnya. Perihal cinta tak hanya untuk dua manusia, namun semakin luas berhubungan dengan buana juga pencipta. Manusia banyak mengartikan kata cinta, tidak jarang pula tulisan-tulisan indah menceritakannya.

Begitulah gambaran betapa besarnya arti cinta bagi kehidupan. Selalu di dalamnya tersimpan sesuatu yang menggoda untuk dirasakan. Penyair dan sastrawan sangat peka dalam menangkap segala kerumitannya, hampir tidak ada penyair yang menulis tanpa sentuhan cinta, meski hanya berbentuk lukanya saja.

Seperti halnya pada Puisi Herawati Paduae berjudul Meninggalkan untuk Menjemput adalah satu contoh bentuk cinta yang tidak menyenangkan. Perpisahan adalah bagian dari alur kisah, tidak ada perpisahan yang membahagiakan walau untuk kembali bersama. Cinta adalah kehidupan yang memiliki banyak kebutuhan. Dan impian adalah bagian dari kehidupan yang harus dikejar, meski akhirnya harus meninggalkan cinta. Dengan satu fokus latar perasaan yang disuguhkan, kita dapat merasakan betapa berat meninggalkan yang terkasih demi sebuah harapan. Berikut puisinya dalam satu bait tersusun:

Dingin pagi yang enggan beranjak/ ku tatap bening matamu/ meski senyum terukir tak jua terucap sedihmu/ meninggalkan cahaya mataku/ demi menjemput impian secercah sang fajar/ kukecup keningmu sehangat kasihku yang abadi/ kumeninggalkan demi sebuah harapan/ sebuah pelukan untuk buah hatiku/ kasih terdalam yang kutinggalkan

Dalam bait puisi tersebut, penyair tampak menggunakan nuansa pagi sebagai pembangun suasana layaknya perpisahan yang semestinya. Namun ia tidak sekedar menuliskan: pada pagi buta / diwaktu fajar / di waktu pagi, dan lain sebagainya. Agar puisinya menjadi lebih bernyawa maka diperlukan diksi, dan personifikasi sebagai daya pikatnya.

Pada satu bait itu pula, penyair lebih menekankan pada kekuatan citraan penglihatan. Pembaca dibawanya agar dapat ikut melihat cahaya mata, dan senyumnya. Hingga kita dapat ikut membayangkan suasana fajar yang mengantarkan kepergian. Dilengkapi dengan citraan penciuman guna merasakan hangat kekasih abadinya.

Puisi lain dari Herawati Paduae yang bertajuk Memelihara Rindu menampakkan wajah lain dari istilah cinta. Disinilah kita dapat merasakan betapa dalamnya penyair seraya memaknai satu kata beribu makna itu. Dengan rindu sebagai tokoh utama, mampu dikemas dengan olahan kata hingga kita, pembaca, ikut terbawa dengan nuansa senja yang memayungi. Pada baris keempat penyair juga mengibaratkan "kelopak" Sebuah bagian utama pada bunga untuk mewakili rindu. Yang mana pada puisi ini bagian dari cinta sudah mengikutsertakan buana sebagai bagian dari perumpamaan perasaannya.

Sebagai bentuk surat ungkapan hati, puisi ini berhasil menyampaikan kerinduannya. Namun ia tak cukup kuat untuk membawa pembaca ikut mengarungi seberapa dalam rasanya ingin bersua. Mungkin memang hanya sebuah surat rindu biasa yang penyair ingin perlihatkan, namun elok juga jika penyair lebih mampu mengolah rasa yang tertuang hingga pembaca dapat terhanyut dalam ruang rindu yang sama. Berikut susunan puisinya:

Mega berarak mengiring senja yang cerah/ pada kudup menguning/ kutitipkan rindu sejuta musim/ saat kelopak tak lagi mampu mewakili rindu/ terjaga dalam diam/ embusan bayu memikat hening/ melangkah/ mencari suar yang entah

Walau kadangkala rindu menjadi rasa yang berujung tak berarti, karena pertemuan yang menjadi angan entah dapat dirayakan atau terus dipendam hingga tiada lagi. Manusia tetap merasa ingin memperjuangkannya. Tidak sedikit bahkan yang menyebutkan rindu adalah perasaan paling menyenangkan dari alur cinta. Bukan lagi soal pujian, ucapan sayang dan pemberian-pemberian lain yang lebih nyata. Justru sebuah rasa yang masih mengawan di ketidakpastian.

Puisi November Basah karya Herawati Paduae lain lagi dalam menggambarkan bentuk cinta. Kini tokoh utama dalam puisi sebelumnya telah berubah menjadi pelengkap cerita. Cinta yang mengisahkan harapan dikabarkan telah pupus terhapus. Tak jarang manusia menganggap cinta adalah hal yang mudah, dan menilai rindu sebagai rasa yang tidak bernilai. Hingga pada detik terakhir, pemiliknya memilih untuk menyasap dan merelakan. Berikut surat puisi dengan satu baitnya:

Menyingkap pagi/ embun rindu di helai daun/ tlah berpadu sisa hujan semalam/ basah yang bukan lagi renjana/ di pucuk bunga/ tak lagi tersisa/ kilau asa memudar/ hujan menghapus jejakmu

Herawati Paduae menyuguhkan kisahnya dalam bentuk surat-surat sederhana dengan berbagai latar pendukung suasana, puisi kali ini yang ia tulis benar terasa begitu basah dan lelah. Sesuatu yang mulanya ada dengan sepenuh hati, kian terhujani kian terkikis hingga mati. Dan lagi-lagi campur tangan buana dengan tokoh puspa ikut mengiringi kisah.

Itulah cinta! Manusia tidak ada yang mampu mengendalikan beribu macamnya. Tidak hanya kesenangan namun juga kepahitan. Bukan sekedar yang bertujuan namun juga yang akan tetap menjadi angan. Tetapi para penyair mampu mengubah kerumitan-kerumitan itu menjadi teman dalam suka dan laranya manusia, karena puisi merupakan bentuk olahan hati.

*****

Resmita Nadlofa Rizqi Annisa, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sejumlah karya puisinya telah terbit di media massa. Lahir di Banyumas, 11 Februari 2002. Instagram: resmitanadlofa. HP. 08972518181. Surel: resmitanadlofa92@gmail.com.

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 7966193385733304942

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close