Mengukir Masa Depan
Cerpen: Rabiatul Adawiyah
Hari-hari di penghujung bulan Desember, langit mendung pekat, mengundang hujan akan hujan deras. Derai angin dingin dan basah terasa menusuk tulang belulang, namun aku tetap bertahan dan berimajinasi sekedar merasakan tahun berikutnya akan terjadi seperti apa.
Beberapa hari , bahkan jam bulan Januari akan tiba, semua orang bersiap-siap menyambut tahun baru dengan cita-cita dan harapan. Harapan itu akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya
Kutatap kalender SMPN 1 Bluto 2021 yang tetap tergantung di ruang tamu. Kalender ini sengaja tetap tergantung di tembok rumahku karena beralasan. Eman-eman kalau aku turunkan, ada fotoku bersalaman dengan kepala sekolah. Alhamdulillah aku meraih juara dua lomba Festival Lomba Seni Siswa Nasional ( FL2SN ) tingkat kabupaten . Kenangan yang tak dapat kulupakan sepanjang hidupku.
Ah, seandainya ibu masih di sampingku, beliau pasti berbahagia, mempunyai anak berprestasi. Namun sayang , ibu merantau hanya mencari sesuap nasi karena beberapa tahun yang lalu ayahku meninggal. Sedangkan ayah sebagai buruh tani tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan akhirnya ibu mengalah untuk menambah penghasilan sebagai pencuci pakaian ke rumah –rumah, meskipun tak seberapa.
Lamunanku jauh melayang , mengenang keluargaku yang masih utuh.Kami bersyukur, dapat hidup nyaman meski dengan cara sederhana
Dulu, sewaktu SD aku selalu diantar oleh ayah dengan sepeda engkol karena sekolahku agak jauh. Sedangkan pulangnya bersama teman-teman .Walau matahari terik tak terasa karena berjalan pulang ke rumah sambil bercerita, bergurau, dan tertawa bersama.
Sampai di rumah ibuku pasti menyuruhku makan.
“Maju se ngakana Bing!’’ begitu kata ibu tatkala menyuruhku untuk makan.
Aku pun pasti menjawab , belum lapar, karena aku ingin makan bersama dengan ayah dan ibu. Namun ibuku selalu mengingatkan untuk makan terlebih dahulu karena beliau sadar memberi uang saku tidak seberapa. Cukup untuk membeli satu kue dan minuman.
Di ambang pintu terdengar suara ucapan salam membuat lamunanku terjedah. Dan kemudian tampak kakekku muncul sambil membawa gulungan kertas, dan gulungan kertas itu dibukanya lalu menunjukkan padaku.
”Hemm kalender baru.”gumamku dalam hati.
Kalender bergambar bunga mawar merah merekah. Kalender indah dan mempesona, meski alam benak tak seindah lamunanku yang tiba-tiba terputus begitu saja oleh kedatangan kakekku.
Bagiku, kalender yang berlalu tahunnya tak akan berlalu begitu saja. Seandainya aku bisa memilih, kalender lawas itu tetap saja di tembok . Namun tahun bersama kalender harus berlalu, melompat tahun ke tahun,
Aku terdiam sejenak seraya mencari ruang-ruang di tembok untuk tempat kalender 2022. Namun sulit menentukan tempat menurut seleraku. Tidak ada tanggapan dariku, tiba-tiba kakek menghampiri kalender yang tergantung di dinding dan mencabutnya, lalu....
“Jangan Kek, jangan dilepas,langsung taruh dempet di atasnya,” langsung aku beraksi
“ Untuk apa ini, sekarang kan sudah tahun 2022,” potongnya tampak agak kesal.
Kakek yang nampak tua dan keriput akhirnya aku maklumi. Maklum terlalu banyak mikir anaknya yang berada jauh di rantau yang agak lama tidak memberi kabar. Ditambah kehidupan sehari-harinya yang mencari makan hewan ternak piaraannya.
Hewan tern ak itu didapat saat ibu mengirim uang pertama, langsung dibelikan sepasang sapi. Dari pekerjaan itu mungkin bisa mendapatkan hasil untuk memperbaiki hidupnya di desa.
“Biar Kek, ini pakunya kan panjang, nanti kalender itu untuk alas lemari baju, “ aku beralasan untuk meyakinkan kakek.
“O,iya tidak usah dibuang. Biasanya kertasnya lebih bagus daripada koran untuk dijadikan alas,” timpal nenek.
Ternyata nenek di kamar tidak tidur. Beliau memberi dukungan terhadap ideku. Padahal pikiranku lebih jauh.Kalender itu akan ditunjukkan pada ibu besuk, pada waktu pulang kampung. Ingin kutunjukkan kalau aku tidak menyia-nyiakan perjuangannya untuk mencari uang demi anaknya mengenyam pendidikan.
Kakekku diam, menunjukkan kalau dia setuju. Ditaruhnya kalender tahun 2022 di depan kalender tahun 2021. Walau secara fisik tertutup kalender itu , tapi tetap masih terbaca olehku.
Sejenak aku terbayang, ternyata tak terasa sudah hampir tiga tahun ibu meninggalkanku menjadi TKW di Malaysia. Pada saat dia berangkat , sebenarnya hatiku berontak. Aku tidak setuju kalau ibu bekerja jauh, apalagi sampai ke luar negeri .
Begitu cepatnya peristiwa itu terjadi. Tiba-tiba ibu mendadak mau berangkat. Ternyata ibu tergoda oleh bujuk rayu cukong yang menyebar jaring-jaring untuk merangkap orang untuk bekerja ke luar negeri.
Apalah gunanya materi kalau anaknya kekurangan kasih sayang . Sudah ditinggal ayah menghadap Sang Pencipta, ditambah lagi ibu yang tiada di sampingku.Hanya berkumpuk dengan kakek dan nenek. Tidak cukup, tentu berbeda kasih sayang orang tua kepada anaknya dan kasih sayang kakek nenek kepada cucunya, walau banyak orang yang mengatakan kalau lebih sayang kepada cucu daripada kepada anaknya.
Hari-hari kulalui dengan rasa ikhlas karena percuma meratapi nasib yang telah terjadi. Menangisi ayah yang telah menghadap Sang Khalik. Menahan rindu pada ibu yang berjuang jauh di negeri seberang demi masa depan anaknya . Dan mengisi kesepianku dengan pekerjaan sia-sia.
Perjalanan hidup kulalui dengan dengan istiqomah dalam belajar, ikhtiar dalam doa agar kehendak Allah yang terbaik untukku dan keluarga . Dan itu pasti,hanya kita yang tidak tahu semuanya. Dibalik kesedihan ada kesenangan, di akhir penderitaan akan ada kebahagiaan. Tinggal menunggu waktu.
Kalau besuk aku sukses , pasti kakek dan nenekku senang. Kalau aku wisuda hanya kakek dan nenek yang mendampingi.Tapi tak apalah. Aku secepatnya cari kerja , dan ibu kusuruh pulang, tidak usah bekerja. Cukup aku yang kerja untuk membahagiakan keluarga, orang tua , kakek dan nenek. Penderitaan orang tua tidak harus diwariskan kepada keturunannya selagi ada usaha .
Tiba-tiba suara adzan Duhur berkumandang . Alhamdulillah . Aku ternyata mengukir mimpi dalam waktu yang berlama-lama. Coba aku sudah bekerja membereskan kamarku, kan sudah selesai dan bersih . Tapi tak apalah, dengan mimpi membuat aku bangun lalu bangkit.
Rabiatul Adawiyah adaah guru SMPN 1 Bluto