Mengapa Berbagi dan Berucap Baik Adalah Keutamaan
Berbagi dan berucap baik adalah keutamaan
Nur Kholilah Mannan
Agama mengajarkan bahwa salah satu amalan kebaikan yang paling utama adalah memberi makan dan berbicara baik.
Saya kerap heran dengan ajaran itu. Saya heran sebab saya merasa memberi makan dan berbicara baik adalah perbuatan yang terlalu receh untuk disebut sebagai amalan kebaikan yang utama.
Kelak, barulah saya sadari bahwa ternyata memberi makan dan berbicara baik ini memang amalan yang amat berat.
Saat saya pergi ke obyek wisata religi atau tempat peribadatan, hampir dipastikan bakal ada kotak amal yang terpajang dan juga pengemis yang menengadahkan tangan meminta sebagian rupiah saya untuk makan mereka dan mungkin juga keluarganya.
Jangankan mengeluarkan 10 ribu yang cukup untuk sebungkus nasi, saya justru mencari pecahan uang terkecil, alhasil uang yang saya berikan 1000 rupiah. Kalau saja saat itu ada uang pecahan 500-an di dompet saya, mungkin uang pecahan 500-an itu pulalah yang akan saya berikan.
Pengalaman sederhana itu menyadarkan saya, betapa sulit dan susahnya bagi kita untuk ikhlas dalam sekadar memberikan uang untuk makan bagi orang yang membutuhkan.
Pengalaman yang lain juga turut menyadarkan saya tentang keutamaan berbicara baik. Pernah suatu ketika, saya bertemu dengan seorang bapak yang sedang menggiring dua sapinya ke rumahnya, saya tebak, ia mungkin baru selesai menggarap sawahnya.
Anaknya yang masih kecil mengikutinya di belakang sapi sambil merengek minta naik turun punggung sapi. Sekali dua kali bapaknya menuruti, tapi setelah beberapa kali sepertinya bapak itu merasa lelah dan akhirnya tidak sabar, ia membentak anaknya "Aaassuu Iki, gak paham apa aku capek!" dengan suara keras yang membuat anaknya tertegun dan menahan tangis. Berat sekali menahan kata-kata buruk saat emosi.
Dua peristiwa sederhana itulah yang membuat saya sadar bahwa memberi makan dan berbicara baik memanglah dua perbuatan yang utama, sebab keduanya adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan dan dibiasakan.