Sajak-Sajak Norul Hidayat
Norul Hidayat. lahir di Sampang, dan masih tercatat sebagai Mahasiswa aktif di Universitas Islam Madura (UIM). Karyanya sering termaktub di beberapa media massa. baik online atau offline seperti; Kabar Madura, Majalah Simalaba, Sidogiri Media dan Risalah Cinta adalah judul buku Antologi puisi pertamanya yang diterbitkan oleh Guepedia.com, Bandung (2019). WA: 085234615692, Email: hidayatku588@gmail.com, Fb; Norul Hidayat
Di Kamar Mimpi
Terlelap sesaat
Terlena pundak memikul penat
Menepi sejenak dari gemuruh hidup pekat
Di kamar mimpi mataku merehat
Lukaku sudah berdarah-darah
Mayapada gagal buatku gairah
Batinku mendesah sudahlah;
Meski kau menangis darah
Takkan ada tangan yang sudi memapah
Lelap meneruskan perjalananya
Bila nanti kuterbangun sebelum surya menyala
Tolong siapkan sebuh senyum pelipur lara
Dan bila kuterlelap selamanya
Fatihahmu kupinta sebagai pembasuh luka.
Madura, 2021
Juni Di Mata Juli
Penyesalan paling berkesan adalah
Ketika cinta kita sudah se-segar subuh
Dan kau memilih dia jadi imam-mu
Masa lalu paling menyenangkan adalah
Mengingat senyum manismu yang nampak tulus
Tapi faktanya tajam menghunus
Penghianatan paling sopan adalah
Kepergianmu tanpa suara
Diikuti foto pernikahanmu bersemanya di pelaminan
Jika di dunia ku tak diundang di hari bahagiamu
Semoga kelak kita bertetangga di syurga
Tenang saja, aku takkan mengunjingmu
Karena kau masih rapi di masa laluku.
Madura, 2021
Rasa Diujung Derita
Barangkali kau anggap rindu itu hanya milikmu
Padahal, kau tak pernah tau bagaimana kusiasati rindu ini setiap waktu
Ini bukan bara api
Yang bisa dipadamkan dengan kain basah atau butiran bumi
Di setiap hembusan doa
Kau selalu kupinta
Agar kau dan aku akhirnya jadi kita
Pada liarnya angin kutaksungkan bercerita
Tentangmu yang mengisi ruang damba
Tapi sayang
Harapku bagai remahan rengginang yang terbuang
Kedua orang tuaku memaksa mataku berlinang
Dengan singgahnya cincin sebagai tanda absah terpinang
Kegabutan ini usah kau tanya lagi
Sebab wanita hanya bisa menunggu pasti.
Madura, 2021
Kisah Pemeluk Kasih
Saat mendarat sudah dekat
Namun hati ini terasa pekat
Mendengar jawaban yang
Menolak begitu cepat
Sudah lama jiwa meronta-ronta
Inginkan dia
tapi harus sadar
dia bukan lagi siapa-siapa
Tenang dan tetaplah duduk
Meski hati sedang ambruk
Melipat hati yang sedang pupus
Tegarkan senyum melawan arus
Buka penutup jendela ringan
Tapi jangan buka folder kenangan
Semua perangkat dimatikan
Termasuk rasa yang masih tersimpan
Terimakasih telah memilih
Singgah bersama demaga kerapuhan ini
Semoga di lain kali
Hati tak lagi tersakiti.
Madura, 2021
Melankoli
Dari jum’at sampai kamis
penaku penat enggan menulis
Isi kepalaku tiba-tiba saja membisu
serupa musyafir yang membatu di jalan buntu
Tampilan alam terasa sulit ku-eja
malam lelah tenangkan rasa
Mungkinkah bumi terlalu asyik menari
Atau mungkin terlalu banyak resolusi hingga lupa merealisasi
Aku benar-benar kaku saat ini
sempat terlintas mengenakan teori
tak ada rotan akar pun jadi
Secangkir kopi tak mampu memberiku semangat
barangkali hati telah mati rasa karena sering tersayat
Kepada para tuan pemangku keadilan
adakah adil yang tak berkepentingan
Biar segala janji tak sekedar mimpi
biar langit bisa nikmati masakan hati
Rukuk padi sudah tak laku jadi kaca
putra-putrimu jemawa melanglang buana
Memetik lada di bulan terang
budi tak ada bahasa pun kurang
Duhai engkau bunda pertiwi
rumahmu tak lagi teduhkan hati
Mulanya pohon tempat berteduh
menjelma gubuk penampung gaduh
Bunda, aku ragu dayungkan sampan
tak paham makna apa tersimpan.
Madura, 2021