Sajak-Sajak Fahim Abdul Majid, NTT
Fahim Abdul Majid, lahir di Papilawe, 06 Juni 2001, pemuda dari Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), adalah mahasiswa Institut Dirosat Islamiya AL-Amien (IDIA) Perenduan, SemesterIV, Jurusan BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam)
Tirani dalam Negeri
Negri ini masih mengambang
Di antara pionir pionir bertakhta
Katanya bertekad menggenggam bangsa
rupanya bertindak serampang
Rakyat paham akan norma
Dengan norma hidup bangsa kan terarah
Namun rakyat masih meronta
pada hukum tanpa arah
Penjara adalah neraka
bagi pencuri kayu tanpa rencana
penjara ibarat syurga
bagi para penggelap uang negara
Negri akan meluluh lantak
jika rakyat masih diperbudak
Negri akan terombak
jika rakyat masih dicampak
Lupa
Manusia!
mereka lupa dengan jasa
mereka lupa dengan bunga yang mekar
lupa pada fulan yang setia menyiramnya
mereka tak meliihat tumbuhnya bunga
tak melihat fulan yang berjuang
menyiram bunga di taman yang gersang
bunga pun tetap tumbuh kembang
manusia
mereka layaknya kumbang
sekedar menghisap sari tanpa tau tentang bunga
mereka egois dan serampang
mereka mengusir fulan
mereka merusak taman
bunga akhirnya layu dan mati
fulan pun menagis bersedih hati
layak kah mereka disebut khalifah?
yang tega berbuat durjana
padahal fulan tetap setia
selalu tunduk dan patuh
fulan kini dilema
ia tak mengerti tentang mereka
fulan pun bertanya
“apakah aku kurang berkontribusi untuk mereka?”
Rintihan Tarzan
Jangan bertanya pada alam
jika hutan terlihat kelam
bertanyalah pada tangan yang garang
untuk apa hutan diterjang
pepohonan selalu merintih kesakitan
jeritan burung lantang berkumandang
rerumputan tak lagi menari riang
belalang pun enggan tuk menaruh pandangan
hutan dibasmi layaknya tempat jelatang
pohon pohon ditumbang dengan serampang
rumput rumput hangus terbakar
teriakan hewan terdengar menggempar
flora kini tercemar karna ulah pembangkang
fauna pun menghilang tertelan musakat
hutan kembali meratap nasib malang
meronta pada tragedi tak bertabiat
Tentang Negeri Ini
Dibalik jendela bangsa ini
Coba renungkan pada nasib si kuli
Meratap dalam kegersangan harapan
Tentang dunia yang tak lagi membagi lalapan
Kini si kuli pun terus berjuang
Meraih hidup dalam hutan
Sepotong kayu adalah uang
Sepersen pun tak perna ia keluhkan
Akankah dunia melongokkan pandangan
Pada suara yang meratap kepedihan
Bersiul pada lubang kesayuan
Mengadu nasib merintih keresahan
Era reformasi telah tiba
Entah mengapa masih ada rakyat yang meronta
Mungkin rakyat hanyalah budak raja
Yang hidupnya hanya disogok upah
Raja bukanlah segalanya
Rakyat butuh iktikad yang nyata
Bukti bukan janji
Sebab Janji wajib ditepati
Tak ada penguasa jika tak ada rakyat
Suara rakyat sang penguasa diangkat
Penguasa harus sadar akan hakikat
Bahwa tujuan bangsa harus digenggam erat
Tahta bukan tempat menggali harta
Namun tahta tempat tuk berbagi sejahtera
Pemimpin yang bijaksana
Negeri maju kan terlaksana
Kritis Bualan
Petuahmu tak asing lagi terdengar
Nalarmu benar tentang krisis yang menggempar
Ocehanmu pun kian melontar
Kau terlihat tak tergentar
Itulah kau, yang bertitik lidah
Kau benci pada tirani yang berkiprah
Namun antusiasmu patut untuk disanggah
Sebab ulasanmu itu tanpa ada hujah
Kau pandai mengkritik tanpa tindakan
Petuahmu hanya akan jadi bualan
Mungkin kau sudah pasrah dengan keadaan
Ataukah zonamu sudah mulai aman?
Ah, jangan berpura-pura lupa akan petuahmu
Zonamu masih belum aman untuk dituju
tirani tetap saja menggerogotimu
dan kau pun sadar akan hal itu
Lalu apa hakikat dari semua ocehan
Apakah petuahmu hanya sebuah khayalan?