Cara Berbicara Yang Baik
Ketika berbicara baiknya kita menciptakan kesan pertama yang baik dahulu agar pesan-pesan kita selanjutnya dapat lebih diterima oleh publik. Salah satunya adalah dengan melatih kefasihan berbicara kita. Ketika berbicara cepat maka biasanya akan terjadi yang namanya ‘keseleo lidah’ yang dapat membuat kesan pertama kita menjadi tidak baik, karena pelafalan huruf kita yang salah dan membuat misinterpretasi oleh lawan bicara kita. Kemudian mengenai tempo, kita harus bisa mengendalikan tempo penyampaian agar tidak terlalu cepat maupun terlalu lambat sehingga apa yang ingin kita sampaikan dapat tersampaikan dengan baik kepada lawan bicara kita. Kemudian, tentang logika dan rangkaian kata, baiknya kita menyusun kalimat demgan runtut sehingga informasi yang hendak kita sampaikan itu dapat diterima dengan baik.
Banyak orang di luar sana yang tidak bisa berbicara dengan normal akibat trauma. Ciri-ciri gejala ini seperti berbicara terbata-bata, suara kecil dan bergetar, gagap berlebihan, dan tidak berani menatap mata orang lain. Sebagian besar orang menampakkan gejala seperti itu. Karena merasa tidak percaya diri yang disebabkan oleh luka psikologis saat tumbuh dewasa, trauma, atau merasa rendah diri. Di dalam buku ini disajikan sebuah cerita orang terkenal yang mengalami hal tersebut. Namun mereka bisa mengatasinya dengan mengubah trauma dan rasa rendah diri menjadi semangat menantang. Rasa percaya diri yang kuat adalah hal utama untuk bisa pandai berbicara. Kita harus terbebas dari luka atau rasa rendah diri yang membuat kita tidak berani berbicara kepada orang lain. Kunci dalam menjaga konsistensi penyampaian argumen kita kepada lawan bicara yaitu dengan tetap bersikap tenang dan menggunakan kalimat-kalimat sederhana yang mudah diterima. Ada baiknya juga sejak awal berlatih untuk menyusun kalimat yang runtut sehingga penyampaian informasi kepada lawan bicara juga dapat sepenuhnya tersampaikan. Selanjutnya tentang bahasa tubuh, yaitu dengan menunjukkan sikap percaya diri dan selalu tersenyum akan memberikan kesan yang baik terhadap lawan bicara.
Komunikasi yang baik dapat dibangun dari mendengar, ketika kita menghargai lawan bicara kita maka kita bisa mendapat feedback yang baik darinya. Penulis menuliskan bahwa dalam berkomunikasi kita dapat menerapkan sebuah rumus terapi komunikasi. Bisa disederhanakan dengan rumus C = Q X P X R, Communication built from Question, Praise, and Reaction. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka kita akan mampu membangun komunikasi yang baik dengan lawan bicara, kita juga memberikan materi sekaligus dapat menerima feedback dari mereka, pertanyaan dan pujian yang muncul dari lawan bicara juga menandakan bahwa kita diperhatikan ketika kita mengantuk, entah itu karena pembawaan kita yang monoton maupun suasana yang kurang kondusif untuk menjaga tetap fokus. Kita juga harus bisa mencairkan suasana, cara yang dapat dilakukan yaitu dengan melemparkan jokes atau dengan melakukan icebreaking sehingga fokus lawan bicara kita kembali terbangun.
Terakhir, pada tengah buku ini, ada beberapa aturan komunikasi yang dikenalkan oleh Yoo Jae Suk, seorang pembawa acara kondang di Korea. Pertama, jangan menggunjing, omongkan sesuatu di depan. Kedua, perbanyak mendengarkan, jangan memonopoli pembicaraan. Ketiga, atur intonasi suara, jangan terlalu menggebu-gebu. Keempat, bicarakan hal-hal yang menyenangkan, jangan hal yang tidak disukai lawan bicara. Juga ada beberapa bahasan dan tips mengenai teknik komunikasi dari beberapa orang yang terdapat di bagian belakang buku ini. Oh Su Hyang dalam buku ini memberikan motivasi agar agar semua orang percaya diri dan dapat percaya diri dalam berkomunikasi dengan lawan bicara ataupun tampil di depan banyak orang. Bahwasanya memang semua itu tidak ada yang instan. Melalui kisah orang-orang terkenal dan sukses dalam bidangnya masing- masing ia memberikan contoh kepada kita tentang sebuah usaha.
Berlatih adalah kunci. Semua orang bisa bernyanyi, tapi belum tentu enak untuk didengarkan oleh orang lain. Makanya ada yang namanya les vokal, kan? Begitu pula dengan berbicara, yang awalnya terbata-bata bisa berbicara dangan baik melalui latihan yang rutin. Satu hal pembelajaran yang dapat diambil dari salah satu kutipan dalam buku Bicara Itu Ada Seninya yang berbunyi; "Teknik terpenting dalam berbicara adalah mendengarkan". Ini yang banyak orang belum kuasai. Mereka belajar berbicara dengan teknik yang mumpuni, atau memang memiliki bakat sejak lahir tapi tidak pernah mau mendengarkan lawan bicaranya. Terkesan sangat egois, bukan? Tentunya jika kita berhadapan dengan lawan bicara yang seperti itu pasti sangat mengesalkan sekali.
Keunggulan dari buku ini adalah seperti membaca rangkaian puisi. Kalimat-kalimatnya singkat, jelas, dan tidak berbelit-belit, tetapi mengena di hati. Cover buku ini terlihat elegan dengan soft cover-nya yang memiliki background motif jeans yang khas. Selain itu, setiap bab pada buku ini diawali dengan kutipan kata-kata mutiara, seperti “ Berbicalah layaknya seorang pemimpi, maka mimpimu akan menjadi nyata ” pada bab pertama dan “Long Learn for Long-Run” pada bab keempat. Kemudian, dari segi konten buku ini selalu menghadirkan kisah tokoh-tokoh terkemuka inspiratif dalam bidang komunikasi sehingga dapat memberikan inspirasi bagi pembaca yang ingin mengasah kemampuan komunikasinya. Ditambah lagi, Oh Su Hyang selalu memberikan contoh realistis setiap penjelasannya dengan menghadirkan kisah-kisah para client-nya yang mengalami berbagai permasalahan dalam hal komunikasi.
Dibalik keunggulannya, buku ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam buku ini kebanyakan merupakan tokoh-tokoh publik Korea Selatan sehingga bagi pembaca yang berasal dari Indonesia terasa kurang familiar. Kedua, buku ini lebih banyak memberikan porsi penjelasan pada teknik-teknik komunikasi dalam hal marketing. Sehingga, ada beberapa bagian yang diberikan penjelasan tidak sedetail lainnya. Ketiga, karena buku ini terjemahan dari bahasa Korea, ejaan yang diberikan terkadang membuat pembaca yang berasal dari Indonesia kurang familiar. Terlepas dari itu semua, buku ini cukup menarik untuk dibaca. Buku ini cocok untuk semua orang yang ingin mengenal dunia komunikasi, baik itu dari kalangan mahasiswa, pelamar pekerjaan, dan kalangan lainnya yang membutuhkan teknik komunikasi yang baik.
Penulis: Eka Sari Dyah Erwansyah (Universitas Muhammadiyah Malang)