Me(lengkapi)lampaui Kecerdasan Otak
Salah satu santri sedang melakukan pengabdian dan terjun ke masyarakat dengan membantu mengumpulkan jearami untuk pakan sapi |
Madrasah Aliyah (MA) Nasy'atul Muta'allimin sejak tahun 2005 hingga sekarang memiliki satu kegiatan rutin bagi kelas akhir, Masa Pengabdian Santri (MPS) namanya. Para siswa secara berkelompok dikirim ke masyarakat desa, live in di sana selama 1 bulan untuk belajar secara riil kehidupan masyarakat, menyingkap rahasia realitas sosialnya, menajamkan kepekaan empatiknya, terlibat bersama warga "mencari jalan keluar" atas masalahnya, dan membantu apapun pekerjaan warga; ikut menanam benih di sawah, menangkap ikan bareng nelayan, gali WC, membajak, nyangkul, jadi kenek tukang bangunan, ngasih kursus, ngajar ngaji, dan sebagainya.
Tentu tiap tahun tantangannya makin berat. Saat ini, era generasi rebahan makin mencipta anak muda makin cuek dan manja. Sebelum berangkat mereka seperti ogah-ogahan, deg-degan, acuh dan banyak alasan lain. Itulah kenapa sebelum berangkat ada "pembekalan", sejak materi teologi pengabdian, keterampilan dasar pengembangan masyarakat, perencanaan program hingga menulis laporan.
Dalam pengalaman MPS, setelah kembali dari lokasi pengabdian, para siswa lebih dewasa. Tidak saja dalam leadership, keterampilan melakukan pendampingan, merencanakan, berkomunikasi, membangun tim work, keterampilan memenej kegiatan, tetapi yang lebih penting peka dan lebih menghargai sesama, terutama rakyat pedesaan. Mereka belajar memberi makna hidup sekaligus mencecap makna hidup dari pengalaman langsung live in di jantung kehudupan, rakyat kecil pedesaan.
خير الناس انفعهم للناس
Foto: sejak pembekalan, pelepasan, dan tiba di lokasi pengabdian. Satu foto seorang siswa yang baru tiba di lokasi langsung ikut bersih-bersih lingkungan bersama warga. Satu proses integrasi dimana siswa yang asing masuk dalam proses "ke-KITA-an warga. (A. Dardiri Zubairi)