Sahabat Masa Kecilku
https://www.rumahliterasi.org/2019/08/sahabat-masa-kecilku.html
Pentigrafis: Yosep Yuniarto
Awalnya aku enggan ikut suami yang pindah tugas ke Tegal. Beruntung ternyata aku bertemu dengan Carol, sahabat masa kecilku. Rupanya dia sudah cukup lama tinggal di kota Tegal. Sayang kisah hidup pernikahan Carol tidak bahagia. Dia sering curhat Baron, suaminya amat posesif dan sering main tangan. Kontras dengan Davis, suamiku yang amat romantis dan penuh perhatian. Tinggal menunggu hadirnya momongan untuk melengkapi kebahagiaan kami.
Siang itu Carol mengajakku bertemu langsung di mall. Kami sengaja memilih tempat yang lengang untuk berbincang. Dengan suara lemah Carol mengungkapkan niatnya untuk bercerai. Sebuah kata yang paling ingin dihindari di dalam suatu pernikahan. Meski demikian aku bisa memahami alasan dibalik keputusan yang sulit tersebut. Aku sedang menimbang antara mencegah atau mendukung.. Ucapan Carol selanjutnya membuatku tersentak: Dia mengaku saat ini sedang hamil! Memutuskan bercerai di saat hamil tentu seseuatu yang terdengar ironis.
Carol menggelengkan kepala saat ditanya apakah Baron sudah tahu tentang kehamilannya..? Aku bilang siapa tahu Baron bisa berubah jika tahu dia hendak menjadi seorang ayah. Mendadak Carol memelukku dan bilang kalau dia takut dan bingung. Aku mengusap dan menepuk pelan punggung Carol. Dengan mantap aku bilang siap membantu Carol berbicara dengan Baron. Carol mempererat pelukannya bahkan mulai menangis tersedu. Anehnya lagi Carol mulai berucap meminta maaf kepadaku di sela isak tangisnya. Rasa prihatin bercampur bingung mendadak sirna saat Carol berkata " Aku hamilnya dengan Davis, Ra..!" Duar.. Aku tidak tahu haruskah tetap memeluk atau sebaliknya mendorong dan mencaci Carol, Sahabat masa kecilku..
Sumber: FB; Kampung Pentigraf Indonesia
Pilihan
Awalnya aku enggan ikut suami yang pindah tugas ke Tegal. Beruntung ternyata aku bertemu dengan Carol, sahabat masa kecilku. Rupanya dia sudah cukup lama tinggal di kota Tegal. Sayang kisah hidup pernikahan Carol tidak bahagia. Dia sering curhat Baron, suaminya amat posesif dan sering main tangan. Kontras dengan Davis, suamiku yang amat romantis dan penuh perhatian. Tinggal menunggu hadirnya momongan untuk melengkapi kebahagiaan kami.
Siang itu Carol mengajakku bertemu langsung di mall. Kami sengaja memilih tempat yang lengang untuk berbincang. Dengan suara lemah Carol mengungkapkan niatnya untuk bercerai. Sebuah kata yang paling ingin dihindari di dalam suatu pernikahan. Meski demikian aku bisa memahami alasan dibalik keputusan yang sulit tersebut. Aku sedang menimbang antara mencegah atau mendukung.. Ucapan Carol selanjutnya membuatku tersentak: Dia mengaku saat ini sedang hamil! Memutuskan bercerai di saat hamil tentu seseuatu yang terdengar ironis.
Carol menggelengkan kepala saat ditanya apakah Baron sudah tahu tentang kehamilannya..? Aku bilang siapa tahu Baron bisa berubah jika tahu dia hendak menjadi seorang ayah. Mendadak Carol memelukku dan bilang kalau dia takut dan bingung. Aku mengusap dan menepuk pelan punggung Carol. Dengan mantap aku bilang siap membantu Carol berbicara dengan Baron. Carol mempererat pelukannya bahkan mulai menangis tersedu. Anehnya lagi Carol mulai berucap meminta maaf kepadaku di sela isak tangisnya. Rasa prihatin bercampur bingung mendadak sirna saat Carol berkata " Aku hamilnya dengan Davis, Ra..!" Duar.. Aku tidak tahu haruskah tetap memeluk atau sebaliknya mendorong dan mencaci Carol, Sahabat masa kecilku..
Sumber: FB; Kampung Pentigraf Indonesia