Rahasia Kecil Lelaki Penjaja Koran
https://www.rumahliterasi.org/2019/08/rahasia-kecil-lelaki-penjaja-koran.html
Pentigrafis: Walter Arryano
Siang yang kerontang. Panas matahari seperti mau membakar kulit. Gerah yang pekat. Bau-bau tak sedap menguar dari tubuh-tubuh berlumuran keringat. Deru kendaraan bermotor terdengar riuh. Meninggalkan asap-asap hitam yang mengepul dari cerobong knalpot. Orang-orang berlalu-lalang dengan langkah-langkah tak teratur. Hawa penat yang menyelimuti terminal ini membuatnya terlihat kian tua di tengah kemarau panjang yang semakin pongah.
Seorang lelaki tua tengah duduk di ujung bangku di ruang tunggu. Wajahnya kusut, tatapannya layu, mengguratkan lelah yang paripurna. Tak ada barang bawaan yang menyertainya. Sepertinya pria legam ini sudah lama menunggu seseorang. Rona cemas tampak di garis-garis mukanya yang keriput. Bola matanya mendung, menyiratkan harapan di ujung pupus.
Aku mendekat. Mengambil duduk di sisinya dengan setumpuk koran dalam pangkuanku. Mulanya tak ada kata yang terucap. Kaku. Terasa buntu, bahkan hanya untuk sekadar sapa basa-basi. Namun, semuanya menjadi cair saat kutunjukkan kekuatanku. Sebuah rahasia kecil yang semua orang memiliki, tetapi tidak banyak yang menyadarinya. Setelah itu, mengalirlah himpunan kata-kata curahan hati dari pria renta sebatang kara ini. Beban rindu yang membingkai perjuangan hidupnya untuk berdamai dengan kehilangan menjadi hadiah gratis di siang yang terik itu. Aku hanya berbekal seulas senyum yang kuberikan secara tulus.
Malang, 02.08.2019
Sumber: facebook Kampung Pentigraf Indonesia
Pilihan
Siang yang kerontang. Panas matahari seperti mau membakar kulit. Gerah yang pekat. Bau-bau tak sedap menguar dari tubuh-tubuh berlumuran keringat. Deru kendaraan bermotor terdengar riuh. Meninggalkan asap-asap hitam yang mengepul dari cerobong knalpot. Orang-orang berlalu-lalang dengan langkah-langkah tak teratur. Hawa penat yang menyelimuti terminal ini membuatnya terlihat kian tua di tengah kemarau panjang yang semakin pongah.
Seorang lelaki tua tengah duduk di ujung bangku di ruang tunggu. Wajahnya kusut, tatapannya layu, mengguratkan lelah yang paripurna. Tak ada barang bawaan yang menyertainya. Sepertinya pria legam ini sudah lama menunggu seseorang. Rona cemas tampak di garis-garis mukanya yang keriput. Bola matanya mendung, menyiratkan harapan di ujung pupus.
Aku mendekat. Mengambil duduk di sisinya dengan setumpuk koran dalam pangkuanku. Mulanya tak ada kata yang terucap. Kaku. Terasa buntu, bahkan hanya untuk sekadar sapa basa-basi. Namun, semuanya menjadi cair saat kutunjukkan kekuatanku. Sebuah rahasia kecil yang semua orang memiliki, tetapi tidak banyak yang menyadarinya. Setelah itu, mengalirlah himpunan kata-kata curahan hati dari pria renta sebatang kara ini. Beban rindu yang membingkai perjuangan hidupnya untuk berdamai dengan kehilangan menjadi hadiah gratis di siang yang terik itu. Aku hanya berbekal seulas senyum yang kuberikan secara tulus.
Malang, 02.08.2019
Sumber: facebook Kampung Pentigraf Indonesia