Sajak-sajak Syaf Anton Wr
Syaf Anton Wr, Kumpulan puisi tunggalnya, Cermin (1990) dan Bingkai, Pengantar Prof. Suripan Sadi Hutomo (Pusat Dokumentasi Sastra Suripa...
https://www.rumahliterasi.org/2018/03/sajak-sajak-syaf-anton-wr.html
Syaf Anton Wr, Kumpulan puisi tunggalnya, Cermin (1990) dan
Bingkai, Pengantar Prof. Suripan Sadi Hutomo (Pusat Dokumentasi Sastra
Suripan Hutomo, 1993). Terakhir Langit Suasa Langit Pujangga (Kaleles
Yogyakarta, 2015) - ISBN: 978-6021669-29-8
Selain itu beberapa karyanya terangkum dalam antologi bersama, antara
lain: Puisi Penyair Madura (Sanggar Tirta, 1992), Festival Puisi Jatim
(Genta, 1992), Pameran Seni Rupa Keterbukaan (KSRB, 1994), Tanah
Kelahiran (Forum Bias, 1994), Nuansa Diam (Nuansa, 1995), Sajak-sajak
Setengah Abad Indonesia (TBS, 1995), Kebangkitan Nasional II (Batu
Kreatif, 1995),Tabur Bunga Penyair Indonesia I (BSB, 1995), Bangkit III,
(Batu Kreatif, 1996), Tabur Bunga Penyair Indonesia II, (BSB, 1996),
Api Pekarangan (Forum Bias, 1996), Negeri Impian (Forum Bias, 1996),
Negeri Bayang-Bayang (FSS, 1996), Langit Qosidah (FKBI Annas, 1996),
Antologi Puisi Indonesia (KSI, 1997), Luka Waktu (TB Jatim, 1998), Memo
Putih, (DKJT, 2000) Antologi Puisi Indonesia 1997 volume 2 (Angkasa
Bandung), Antologi Puisi Puisi Modern “Equator” (Yayasan Cempaka
Kencana. 2012) dan sejumlah antologi lainnya yang tidak terdokumentasi.
Biodatanya juga tercatat dalam buku “Leksikon Susastra Indonesia” (Balai
Pustaka, 2000)
Pertemuan sastra yang pernah diikuti; “Jambore Puisi Jatim 83” di
Sumenep, karya puisinya dibahas, (1983); “Forum Puisi Indonesia 87”, di
TIM Jakarta (1987), “Penyair Madura dalam Forum” (1994), “Refleksi
Setengah Abad Indonesia”, di Solo (1995), “Festival Seni Surabaya”
(1996), “Pertemuan Sastrawan Nusantara IX / Pertemuan Sastrawan
Indonesia 1997” di Kayutanam Sumatera Barat (1997), dan sekian pertemuan
seni satra lainnya di berbagai daerah
12 September 2016 buku puisinya “Langit Suasa Langit Pujangga” medapat
penghargaan dari Balai Bahasa Jawa Timur dan 20 Oktober 2016 mendapat
penghargaan sastra dari Gubernur Jawa Timur sebagai kreator bidang
sastra Jawa Timur
Jadikan Aku
jadikan aku sungai dibuangi sampah
jadikan aku laut tempat berlayar para nakhoda
jadikan aku gelombang tempat bersiut camar-camar
jadikan aku goa tempat orang-orang bertapa
jadikan aku telaga tempat bermandi orang-orang terluka
jadikan aku oase tempat persinggahan para musafir
jadikan aku mabuk yang tak hirau kata-kata
jadikan aku celah pemantul cahaya
dongeng orang-orang kota makin lelah mengeja waktu
dan tak lagi mampu menulis sejarah
: sejarah telah ditimbuni oleh luapan angka
dan menari-nari sampai ringkih
aku coba untuk mengerti lempang jalan ini; raut wajah
yang kehilangan tanda-tanda; kehilangan makna
betapa piciknya, ketika matahari menerpa ubun-ubun
kita makin dibuai beribu muslihat – menggagahkan diri
sambil menggapai-gapai langit yang kian menjauh
aku coba untuk mengerti makna hari ini
aku coba untuk mengerti ketidak mengertian ini
bila aku sampai tepian – saudaraku
biarkan kuraih cahaya bulan yang berbinar
sebab laut, sungai, telaga dan percikan air
adalah hausku yang purnama
sebab hutangku pada waktu makin menjejal
sebab dari sini persoalan demi persoalan akan berakhir
ketika kubasuh wajah seraya kusapa waktu
begitu sejuknya matahari di padang sahara
aku mencoba meniadakan kesangsian tapakmu
tapi jangan kau tanya, mengapa tubuhku berlumur darah
lantaran beban bumi ini makin sarat dan berkarat
maka jadikan aku tanah tempat pijakmu
1995
Matahati
samudra mana ini – ombak melingkar – lingkar
mengitari raguku dan menjebak lengang
di samudra ini suaraku nyaris hilang
berbalut cahaya
ia kini masih menungguku
di pematang panjang – seraya menabuh gendang
sambil menari-nari mengitari jiwaku
apakah ia akan datang dalam siut panjang
sebab seluruh penjuru angin
selalu mengabarkan tentang luka
- entah dari mana kita harus memulai –
1995
Rindu Ibu
ibu, aku datang lagi menjenguk rahimmu
masihkah ruang ini berderang
seperti ketika kutemukan arti
dalam puisi abadi
aku kini terseret dalam senyap
yang mengurung ruang dan waktu
hingga aku tertinggal jejakmu
yang konon mengisahkan tentang waktu
ketika orang-orang mengkultuskanmu
aku tak bisa lagi meraba hatimu
yang dulu sejuk, dan kini engkau semakin jauh
entah dimana
dulu engkau tempat berdiam dan bertanya
kini tiada lagi, lantaran telah kau jelmakan
dunia baru – sehingga wajahmu sulit kukenal
engkau adalah meteor mengitari langit peradaban
aku rindu petikan kidung nuranimu
yang dingin berapi-api – yang mengajarkan waktu
aku rindu wujud paras bunga harummu
yang pernah kau suntingkan kedadaku
1995
Upacara Kehidupan
bersama nuh kita berlabuh menuju langitsiapa yang dengar dentum petir
jangan coba sembunyi di atas bukit
karena matahari akan merajamnya
bersama nuh upcara kehidupan terus berlanjut
dari kata sampau bahasa – dan tak pernah usia
karena peranu nuh adalah puisi
yang melahirkan kehidupan
1996
Mabuk
kuraih wajahMudalam sujud
aku terdampar di belantara waktu
dan kabut membujukku
hingga darah tercecer di keingku
aku datang menjengukMu
biarkan
1987
****
Pilihan